Beberapa tahun ini banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di daerah saya. Mereka di-PHK perusahaannya dengan berbagai alasan. Yang ada benarnya banyak, dan yang terkesan dibuat-buat, juga banyak. Rata-rata, alasan kolapsnya perusahaan adalah penyebab utama. Entah benar atau tidak, alasan inilah yang mengakibatkan banyak orang tidak lagi punya pekerjaan tetap dan harus memikirkan keberlanjutan roda ekonomi keluarga. Sedih, pilu dan sumpek, akhirnya mewarnai jiwa mereka. Apalagi biasanya rencana PHK akan disampaikan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan sebelum hari H PHK itu “diresmikan”. Yang bersangkutan pun biasanya meneruskan pula kabar itu ke istrinya. Selanjutnya istrinya menceritakan ke orang tua dan saudaranya. Emosi pun bermain di situ. Jadilah, sedih, pilu dan sumpek yang awalnya sendirian, menjadi dialami satu keluarga. Bagi istri dan kerabat, biasanya kesumpekan itu berwujud pertanyaan-pertanyaan gambaran masa depan yang penuh kesengsaraan. Anak...
Hanya Ingin Membagi Perspektif