Langsung ke konten utama

Di dalam Diri Muhammad Saw Tertanam Energi Allah

(Sumber foto: numojokerto)

Sebenarnya tulisan ini sekedar review ceramah agama yang disampaikan Dr. KH. Mujayyid, MA dari Malang. Saat beliau menyampaikannya di acara Haul Mbah Ilyas, ayah dari KH. Husain Ilyas, Karangnongko, Mojokerto, beberapa minggu yang lalu. Sebuah ceramah yang ditaruh di bagian akhir, setelah sebelumnya tiga penceramah sudah terlebih dulu naik panggung.

Ceramah Kiai Mujayyid lumayan panjang. Saya hitung berjalan sejam lebih. Anehnya jamaah yang hadir tidak mengeluhkan panjangnya ceramah di malam yang mulai larut itu. Maklum, beliau memulai ceramah sekira pukul 23.30 WIB. Tapi saya lihat jamaah tetap menyimak dengan tenangnya.

Dari banyaknya uraian ilmiah yang disampaikan beliau, ada sebuah penjelasan yang menurut saya layak disebut “pemahaman yang menyegarkan”. Mungkin lebih tepat disebut penafsiran baru dari sebuah ayat al-Qur’an. Pasti Anda akan paham dengan ayat tersebut, sebab sangat populer di masyarakat. Apalagi bagi para Nahdliyin yang sangat cinta bershalawat kepada Nabi Saw.

Allah Swt berfirman dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

Menurut Kiai Mujayyid, penggalan di awal ayat “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi” memiliki kandungan makna yang luar biasa. Ayat tersebut tidak sekedar bermakna bahwa Allah memberikan rahmatNya kepada Muhammad. Dan malaikat pun juga seperti itu, berdoa agar Nabi Saw selalu terlimpahi rahmatNya dalam wujud dimudahkan dalam berdakwah.

Kiai Mujayyid menjelaskan, ayat tersebut sebenarnya menunjukkan sebuah rahasia yang sangat agung. Bahwa ketika Allah dan para malaikat bershalawat kepada Nabi Saw, maka di situ ada sebuah proses transmisi energi yang Mahadahsyat. Pertama, energi dari Allah. Kedua, energi dari para malaikat.

Karena itu, di dalam diri Nabi Saw sudah terkandung energi yang Mahadahsyat itu. Energi yang tidak akan mungkin bisa dijungkalkan oleh kekuatan lain. Siapakah yang sanggup mengalahkan Allah? Sedang semua kekuatan dan kemenangan adalah milik Allah semata?

Adanya energi Allah yang Mahadahsyat – serta energi dari para malaikat – dalam diri Nabi Saw tersebut, berpengaruh sangat besar pula kepada kehidupan beliau Saw. Seperti kita pahami dari catatan sejarah hidup Beliau, Nabi Saw selalu berhasil keluar dari kemelut. Sesulit apapun kemelut itu. Baik berupa intimidasi, persekusi, ancaman pembunuhan, maupun peperangan antara kaum muslimin melawan tentara kafir jahiliyah.

Padahal jika dihitung memakai logika umum, banyak sekali peristiwa intimidasi dan persekusi tersebut, sebenarnya membahayakan Nabi Saw. Sepertinya Nabi Saw akan mudah dikalahkan dalam kemelut itu. Tapi, adanya energi Mahadahsyat tak kasat mata itu, membuat Nabi Saw selalu bisa mengatasi masalah-masalah itu. Bahkan wujud yang paling besar adalah keberhasilan dakwah Islam yang menyebar ke seluruh dunia.

Pertanyaannya; apakah ada persyaratan tertentu seseorang akan memperoleh energi dari Allah Swt? Tentu saja ada dan itu sangat mutlak. Kita lihat saja sosok Nabi Saw. Beliau mendapat anugerah energi Allah tersebut, karena memang beliau pantas memperolehnya. Berdasarkan satu hal saja; kebersihan hatinya.

Di hati beliau tidak tertanam riya’, hasud, ujub, takabbur dan setumpuk sifat buruk lainnya. Hati beliau bersih dari penyakit-penyakit hati tersebut, yang bisa menjadi hijab akan datangnya energi Allah. Jadi kebersihan hati itulah yang menjadi syarat utama seseorang akan mendapat anugerah Allah tersebut.

Dalam keterangan Kiai Mujayyid selanjutnya, atas dasar kebersihan hati, energi dari Allah tersebut dianugerahkan pula kepada para wali atau ulama. Apalagi ada sebuah sabda Nabi Saw yang menyebutkan bahwa “Para ulama itu pewaris para Nabi”, maka semakin bisa disepakati, para wali atau ulama yang bersih hatinya, juga akan mendapatkan energi dari Allah.

Karena itulah, siapapun yang sering membaca shalawat kepada Nabi, serta mengikuti jejak kenabian beliau Saw, akan terciprati pula energi positif itu. Begitu pula bagi siapapun yang sering mengikuti acara haul seorang ulama atau waliyullah, mereka pasti akan mendapat rembesan energi positif itu.

Memang energi tersebut abstrak, tidak nampak dan tidak matematis, tetapi energi positif tersebut pasti akan berdampak positif pula bagi mereka. Salah satu argumentasinya, seperti dijelaskan dalam sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” Wallahu a’lam bisshawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapaknya Satpam, Anaknya Doktor: Refleksi Hari Pendidikan Nasional

Kemarin malam (02/05/2018) talkshow Hitam Putih yang ditayangkan Trans7, mengundang beberapa bintang tamu. Di edisi spesial Hari Pendidikan Nasional tersebut, tontonan insipratif yang digawangi Deddy Corbuzier dan dikerneti Okky Lukman itu mendatangkan satu keluarga dari Yogyakarta. Keluarga tersebut sangatlah luarbiasa. Kisahnya sangat inspiratif, terutama bagi keluarga-keluarga lainnya, dalam hal betapa besar pengorbanan orangtua terhadap pendidikan anak. Ayah, yang bernama Teguh Tuparman, profesinya hanya sebagai satpam. Ibu, namanya Sri, berjualan di warung kecil miliknya. Bisa dibayangkan bahwa profesi keduanya itu pasti menggambarkan betapa keluarga tersebut sangatlah sederhana. Keluarga yang sangat minim ekonomi. Atau, keluarga yang pas-pasan. Namun kondisi ekonomi yang pas-pasan itu, tidak menutup semangat keduanya untuk mengkuliahkan ke-empat anaknya. Paling luarbiasa mampu menanggung biaya kuliah S3 putri tertuanya, bernama Retnaningtyas Susanti. Di acara yang selalu ...

Kejujuran Tak Butuh Dipertahankan Mati-matian

Jamak di masyarakat kita bahwa yang namanya pernyataan itu butuh bukti yang menguatkan. Bukti diajukan agar pernyataan yang dikeluarkannya tidak dianggap bualan belaka. Apalagi yang ada hubungannya dengan berita atau informasi. Orang kalau ingin informasi yang disampaikannya dipercaya orang lain, maka salah satu unsur utamanya adalah adanya bukti. Semakin bukti itu masuk akal, semakin dipercayailah informasi tersebut. Kita pasti pernah mengalami dua hal. Pertama, kita dimintai bukti oleh orang lain atas ucapan kita. Dan kedua, kita juga pernah meminta bukti dari orang lain atas ucapannya. Oleh karena itu bukti dan ucapan atau informasi ibarat pasangan suami istri yang tidak boleh diceraikan. Sebab kalau suatu saat diceraikan, maka si pengucap pernyataan tanpa adanya bukti bisa dicap “gedabrus” oleh orang lain. Orang kampung sangatlah menjauhi pangkat “gedabrus” menempel di pundaknya. Memang dari cara pengucapannya, kata “gedabrus” itu terkesan lucu. Kata yang sama sekali tidak t...

Orkes Moralitas

Kita pasti masih teringat pada seorang politisi yang menyorong kata-kata “bangsat” kepada organ-organ yang ada di sebuah institusi pemerintahan, di beberapa bulan yang lalu. Kita juga pasti belum alpa pada seorang tokoh nasional yang mendaku diri dan golongannya sebagai anggota partai Allah dan yang tidak sama dengannya dipelakati sebagai anggota partai setan. Masih menancap pula di memori kita, tentang makian dan cacian dari banyak orang yang ditujukan pada sosok Gus Dur (1940-2009) dengan banyak kata: picek , buta mata hati, liberal, antek Yahudi, dll. Sampai kematiannya di tahun ke 9 pun, ironisnya, sosok kosmopolit ini terus saja mendapat umpatan dan hinaan dari beberapa pihak. Masih terkenang pula perlakuan pada sosok Gus Mus, seorang kiai-budayawan, yang disepelekan seorang anak muda dengan kata: ndasmu . Untungnya kasus ini sudah ditutup, dan yang menutup adalah Gus Mus sendiri. Dengan kearifannya, Gus Mus memaafkan ulah orang yang menghinanya itu. Belum lama ini, ...