Langsung ke konten utama

Biarpun Tua, Tapi Masih Hamil Juga: Resume Film Badhaai Ho


Jeetu (Gajraj Rao) dan Priamvada (Neena Gupta) adalah pasangan suami istri yang usianya lumayan tua. Dikatakan lumayan tua, karena usia keduanya itu berkisar antara 45 hingga 50 tahun. Keduanya tinggal di sebuah rumah di kompleks perumahan kelas menengah, yang lumayan padat. Mereka punya dua orang putra: Nakul (Ayushmann Khurrana) seorang jejaka matang siap menikah, dan Gullar (Shardul Rana), seorang remaja tingkat SMA. Bersama mereka, di rumah juga ada sang nenek renta, ibunda Jeetu.

Awalnya di keluarga ini tidak terjadi masalah yang berarti. Mereka hidup sewajarnya, sesuai dengan aktivitas sehari-hari mereka. Jeetu yang berprofesi sebagai pegawai bagian tiket di perusahaan kereta api milik pemerintah, setiap hari melakukan pekerjaannya itu dengan rileks dan santai. Begitu pula dengan Nakul, ia juga bekerja di sebuah perusahaan swasta seperti biasanya.

Demikian juga dengan Priamvada, ia seorang ibu rumah tangga yang sering bercengkrama dengan ibu-ibu lainnya di kompleks itu. Mereka sering arisan dan bermain bersama. Gullar juga menikmati masa sekolahnya dengan riang gembira. Sementara sang nenek, juga saban hari merajut benang, sambil menonton televisi di atas dipan seperti biasanya.

Di suatu hari tiba-tiba terjadi sebuah peristiwa yang menghenyakkan. Telah terjadi tragedi yang mengagetkan semua anggota keluarga itu. Tapi bukan tragedi yang menakutkan atau menyeramkan. Melainkan tragedi yang justru mengocok perut banyak orang. Tragedi itu adalah hamilnya Priamvada, seorang ibu yang sudah berusia tua. Hamil anak yang ketiga. Padahal di usia itu, pantasnya ia sudah menimang cucu.

Jeetu dan Priamvada, merupakan orang yang paling merasakan tragedi itu. Sebab mereka telah mengira, kehamilan tanpa diduga ini akan diikuti pula oleh tragedi-tragedi lainnya. Tentu saja tragedi yang lagi-lagi menggelikan di mata banyak orang pula.

Pertama, kekecewaan Nakul dan Gular. Menurut mereka di usianya yang dewasa itu, mendapati ibunya akan melahirkan bayi, pasti akan mendatangkan olokan-olokan dari teman-temannya. Mereka akan digoda dan ditertawakan. Terutama bagi Nakul, peristiwa itu akan membuatnya berpikir beberapa kali untuk menikah dengan kekasihnya. Karena menurutnya, prosesi pernikahan nantinya pasti terasa tawar, sebab ibu-bapaknya akan lebih memilih memperhatikan adik bayinya daripada kebahagiaannya. Padahal dia sangat ingin menikah dengan kekasih cantiknya, Reene (Sanya Malhotra).

Kedua, cibiran para keluarga, tetangga dan sejawat, yang pasti akan membuat keluarga itu malu. Dan benar saja, mendengar kabar yang awalnya disembunyikan itu, banyak orangpun beramai-ramai membahas kehamilan Priamvada di usia tua itu. Ketika bertemu dengan keluarga itu, merekapun bertanya tentang kehamilan tersebut, sambil tertawa-tawa. Maka sejak kabar kehamilan itu mulai menyebar, sontak wajah semua anggota keluarga Jeetu, nampak bermuram durja.

***

Sekelumit kisah di atas saya cuplik dari cerita sebuah film produksi Bollywood berjudul Badhaai Ho. Film yang diproduksi tahun 2018 ini terkategori drama komedi yang unik, tapi banyak pula pelajaran berharganya bagi kita.

Sisi komedi sangat bisa kita rasakan, ketika mereka harus melawan situasi yang membebani pikiran tentang hamilnya Priamvada. Betapa kita akan disuguhkan adegan-adegan yang kocak. Adegan-adegan yang membuat kita terpingkal-pingkal. Salah satu misal, saat Nakul mendapat ucapan selamat dari teman-teman satu kompleksnya.

Nakul paham bahwa teman-teman nongkrongnya itu tidak serius mengucapkan selamat. Mereka hanya ingin mengejek Nakul, seorang jejaka matang yang pantas berumah tangga, tapi dalam situasi seperti itu, justru dia akan punya adik lagi. Itulah yang membuat Nakul jengkel dengan ejekan teman-temannya itu.

Jeetu sendiri, sang ayah, juga menghadapi banyak situasi yang menjengkelkan bagi dia. Ketika ia digojlok tetangga dekatnya dan ketika ia digoda oleh teman-teman kerjanya. Semuanya itu menyiksa pikirannya, meskipun cara mereka menggoda dengan tertawa-tawa. Namun ia memang menyadari, dalam peristiwa hamilnya Priamvada, dialah orang yang paling bersalah dan bertanggungjawab.

Film ini juga unik, sebab dalam perkiraan saya, jarang ada produser membuat sebuah film yang bercerita tentang kehamilan seorang ibu tua. Bahkan mungkin inilah satu-satunya film yang mengangkat tema tersebut. Satu keunikan inilah yang menarik minat saya untuk menontonnya beberapa kali.

Di perfilman Bollywood India, tema-tema kecil di masyarakat – seperti film ini – memanglah seringkali diangkat menjadi sebuah film. Luar biasanya, film-film tersebut ternyata sangat menarik untuk ditonton. Saya selalu terkesan setelah menonton film-film India dengan kesederhanaan ceritanya, namun sangat dalam nilai budaya, sosial dan kemanusiaannya itu.

Bila Anda tidak percaya, silakan segera tonton film ini. Atau tontonlah film-film lainnya seperti Toilet-Ek Prem Katha yang dibintangi Aksai Kumar, atau Hichki yang dibintangi Rani Muherje. Di kedua film itu Anda akan disuguhi cerita yang menggugah pikiran dan jiwa Anda, tentang perlawanan pada tradisi buang air yang tidak higienis di sebagian penduduk India, dan tentang seorang guru yang menderita sindrom tourette (cegukan terus menerus).

Pada film Badhaai Ho ini, adegan yang menggugah nurani kita juga sering disuguhkan. Salah satu yang menurut penilaian saya paling mengena, ketika Nakul tidak turut serta dengan Jeetu dan Priamvada, ayah dan ibunya itu, ke acara pernikahan sepupunya. Ia tidak ikut serta karena memendam rasa jengkel kepada orang tuanya itu, meskipun ia beralasan sedang banyak pekerjaan. Dalam bahasa anak muda sekarang Nakul sedang ngambek dan galau.

Nakulpun tidak bertemu beberapa hari lamanya dengan orang tuanya itu. Hingga suatu malam mendadak jiwanya terbuka, menganggap bahwa ayah dan ibunya itu merupakan kebanggaannya, ketika ia tidak sengaja menguping pembicaraan Reene dan ibunya. Saat itu ibunya Reene berkata, bahwa laki-laki semacam Nakul tak cocok dengannya. Menurutnya, dengan kondisi keluarga yang awut-awutan dan akan ketambahan lahirnya anggota baru lagi itu, Nakul pasti akan menanggung hidup keluarganya tersebut. Maka Reene kemungkinan besar ikut pula menanggung beban itu.

Ucapan ibunya Reene itulah yang membuat nurani Nakul terbuka. Iapun memprotes keras di hadapan ibunya Reene, bahwa orang tuanya tidak seperti yang diucapkannya itu. Biarpun kedua orang tuanya tidak sekaya dan tertata seperti ibunya Reene. Setelah itu tumbuhlah kembali rasa cinta Nakul kepada kedua orang tuanya. Iapun memutuskan pulang ke rumah, dan akan menemui ibunya yang sudah beberapa jam kembali dari pernikahan sepupunya.

Nah, di adegan kembali bertemunya Nakul dan ibunya itulah, terjadi sebuah dialog pendek yang isinya sangat berkesan bagi saya. Saat itu, Nakul masuk ke dapur rumah, hendak menemui ibunya. Iapun menyapa ibu yang sudah berdiri di dapur tersebut. Nampak air mata tertahan di pelupuk mata Nakul.

“Ma.”

Sang ibupun mendengar sapaan pendek dari arah belakang tubuhnya itu. Ia kemudian membalikkan badan, seraya menatap dalam putra mbarepnya itu. Putra yang diketahuinya kecewa sekali dengan dirinya dan suaminya. Tetapi terjadinya pertemuan itu, membuat jiwa keibuan Priamvadapun merasa terharu dan bahagia. Sebab anaknya telah kembali. Dengan tatapan rasa kangen dan sayang pada anaknya, iapun berkata.

“Kamu sudah makan, Nak?”

Tak pelak, atas pertanyaan ibunya itulah, Nakul tak sanggup lagi menahan air matanya. Air mata itupun membasahi pipinya. Pertanda, bahwa ia sangat sayang pada ibunya.

Saya, yang menonton di bagian itupun, tak bisa menahan munculnya rasa haru di jiwa saya. Sebab, betapa pertanyaan ibu tersebut sangatlah dalam. Itu pertanyaan yang keluar dari relung jiwa penuh kasih seorang manusia. Pertanyaan yang tidak butuh penjelasan apa-apa.

Pertanyaan sepele itu sungguh punya kesan yang sangat kuat. Kesan bahwa bolehlah anak menaruh kecewa dengan ibunya, akan tetapi seorang ibu tetap harus sayang dan perhatian pada anaknya. Demikian pula seorang anak memandang ibunya. Anak boleh saja berbeda pandangan dengan ibunya. Tetapi tak boleh menghapus rasa sayang kepada ibunya itu. Karena itu tadi, sekecewa-kecewanya anak, toh ibu tidak akan menghapus rasa sayang kepada anaknya. Sekejam-kejamnya anak, toh sang ibu akan merangkulnya juga.

07122019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapaknya Satpam, Anaknya Doktor: Refleksi Hari Pendidikan Nasional

Kemarin malam (02/05/2018) talkshow Hitam Putih yang ditayangkan Trans7, mengundang beberapa bintang tamu. Di edisi spesial Hari Pendidikan Nasional tersebut, tontonan insipratif yang digawangi Deddy Corbuzier dan dikerneti Okky Lukman itu mendatangkan satu keluarga dari Yogyakarta. Keluarga tersebut sangatlah luarbiasa. Kisahnya sangat inspiratif, terutama bagi keluarga-keluarga lainnya, dalam hal betapa besar pengorbanan orangtua terhadap pendidikan anak. Ayah, yang bernama Teguh Tuparman, profesinya hanya sebagai satpam. Ibu, namanya Sri, berjualan di warung kecil miliknya. Bisa dibayangkan bahwa profesi keduanya itu pasti menggambarkan betapa keluarga tersebut sangatlah sederhana. Keluarga yang sangat minim ekonomi. Atau, keluarga yang pas-pasan. Namun kondisi ekonomi yang pas-pasan itu, tidak menutup semangat keduanya untuk mengkuliahkan ke-empat anaknya. Paling luarbiasa mampu menanggung biaya kuliah S3 putri tertuanya, bernama Retnaningtyas Susanti. Di acara yang selalu ...

Kejujuran Tak Butuh Dipertahankan Mati-matian

Jamak di masyarakat kita bahwa yang namanya pernyataan itu butuh bukti yang menguatkan. Bukti diajukan agar pernyataan yang dikeluarkannya tidak dianggap bualan belaka. Apalagi yang ada hubungannya dengan berita atau informasi. Orang kalau ingin informasi yang disampaikannya dipercaya orang lain, maka salah satu unsur utamanya adalah adanya bukti. Semakin bukti itu masuk akal, semakin dipercayailah informasi tersebut. Kita pasti pernah mengalami dua hal. Pertama, kita dimintai bukti oleh orang lain atas ucapan kita. Dan kedua, kita juga pernah meminta bukti dari orang lain atas ucapannya. Oleh karena itu bukti dan ucapan atau informasi ibarat pasangan suami istri yang tidak boleh diceraikan. Sebab kalau suatu saat diceraikan, maka si pengucap pernyataan tanpa adanya bukti bisa dicap “gedabrus” oleh orang lain. Orang kampung sangatlah menjauhi pangkat “gedabrus” menempel di pundaknya. Memang dari cara pengucapannya, kata “gedabrus” itu terkesan lucu. Kata yang sama sekali tidak t...

Orkes Moralitas

Kita pasti masih teringat pada seorang politisi yang menyorong kata-kata “bangsat” kepada organ-organ yang ada di sebuah institusi pemerintahan, di beberapa bulan yang lalu. Kita juga pasti belum alpa pada seorang tokoh nasional yang mendaku diri dan golongannya sebagai anggota partai Allah dan yang tidak sama dengannya dipelakati sebagai anggota partai setan. Masih menancap pula di memori kita, tentang makian dan cacian dari banyak orang yang ditujukan pada sosok Gus Dur (1940-2009) dengan banyak kata: picek , buta mata hati, liberal, antek Yahudi, dll. Sampai kematiannya di tahun ke 9 pun, ironisnya, sosok kosmopolit ini terus saja mendapat umpatan dan hinaan dari beberapa pihak. Masih terkenang pula perlakuan pada sosok Gus Mus, seorang kiai-budayawan, yang disepelekan seorang anak muda dengan kata: ndasmu . Untungnya kasus ini sudah ditutup, dan yang menutup adalah Gus Mus sendiri. Dengan kearifannya, Gus Mus memaafkan ulah orang yang menghinanya itu. Belum lama ini, ...