Langsung ke konten utama

Mark Zuckerberg: Lelaki Konglomerat yang Terdzalimi, Sehingga Pantas Dikasihani

Sumber foto: time.com

Setiap kita kemungkinan besar kenal siapakah Mark Zuckerberg itu. Betul sekali, lelaki yang namanya bisa disingkat menjadi MZ adalah seorang caleg yang di pemilu April kemarin terpilih menjadi anggota legislatif dari Partai Mendung Gelap. Ah, salah, itu salah besar. MZ bukanlah caleg. Apalagi camat, cados, dan camer. Mark Zuckerberg, sebenarnya adalah seorang yang kaya raya.

Sekali lagi, MZ adalah seorang lelaki muda yang kaya raya. Kekayaannya, sesuai hitungan Wikipedia, sebesar 17, 55 milyar dollar. Itu hitungan terakhir pada tahun 2011. Setahuku tidak ada lagi hitungan paling akhir di tahun 2019, tentang jumlah harta si MZ ini.

Saya ralat. Sebenarnya ada sih hitungan paling kontekstual tentang itu. Tetapi saya males mencarinya. Sebab ngapain juga saya harus capek-capek browsing, berselancar kesana kemari, mencari jumlah pasti kekayaan MZ. Toh yang muncul nanti tak lebih hanya ucapan wow, wow dan wow.

Dari mana kekayaan itu didapat? Apakah dari usaha dagang bajunya? Kekayaan MZ yang wow itu, didapat dari Facebook. Adikaryanya yang satu ini memang pantas menghasilkan pundi-pundi dollar sebesar itu. Maklum, Facebook adalah salah satu media sosial yang terbesar di jagad raya ini.

Pengguna Facebook banyak sekali. Berlimpah ruah. Menyebar ke semua bangsa yang bernafas di kolong langit ini. Mereka, para pengguna Facebook, terdiri dari banyak profesi kehidupan. Dari mulai tukang tambal ban, hingga presiden sebuah negeri besar. Dari mulai penjual gorengan, hingga jenderal yang sering memenangi perang. Dari mulai pengamen jalanan, hingga bintang film box office dunia.

Kang Paimo, Kang Tomo, Kang Jito, Mas Slamet, Mas Jono, Mbak Prapti, Mbak Jaenab, Mbak Janah, Bu Narti, Bu Bariah, hingga Alexander, Michael, George, John, David, Ferguso, Zuliano, Ronaldo, Kasandra, Maria, Sharapova, dan lain-lainnya menjadi pengguna dan warga Facebook. Dari merekalah kekayaan MZ terus bertambah.

Itu tentang MZ sebagai lelaki konglomerat. Lainnya, MZ ini juga sebagai lelaki sederhana dan baik hati. Kesederhanaannya diketahui dari pakaian yang ia kenakan. Jarang sekali baju gemerlap, yang mahal, ia kenakan. Sementara yang sering terlihat, kaos oblong adalah sandang yang sering menempel di tubuhnya.

Kebaikan hatinya, ini juga khas menempel pada diri MZ. MZ baik, sebab MZ sering bersedekah ke banyak orang. Yang paling fenomenal, MZ baik sebab dengan Facebook yang dibuatnya, banyak orang yang bahagia. Jutaan orang memanfaatkan Facebook sebagai rumah keduanya. Tanpa dipungut iuran atau karcis sepeserpun.

Dengan keberadaan Facebook di dunia yang fana ini, saya meyakini, jika dilakukan sebuah wawancara mendalam kepada jutaan orang. maka jawaban dari pertanyaan tentang apa saja yang membuat mereka bahagia, adalah adanya Facebook. Ini kenyataan yang tak bisa dimungkiri oleh semua orang.

Namun sayang, di balik itu semua, sebenarnya saya sangat kasihan sama MZ. Saya iba melihat kondisi MZ yang mengenaskan itu. Bahkan kalau seandainya saya ketemu dengannya, saya akan bilang, “Sabarlah MZ. Ini adalah ujian buatmu. Sebagai teman karib, aku hanya bisa mengharap kamu tabah.”

Saya kasihan pada MZ, bukan dari kemuliaan duniawinya itu, sebab harta duniawinya tak berhasil menjadikannya sebagai hamba. Melainkan dari ulah beberapa saudara kita yang tidak menghargai MZ. Bahasa yang lebih umum, telah terjadi penyalahgunaan karya MZ. Facebook telah digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya ada di tampilan layar yang selalu mengingatkan kita, “Apa yang Anda pikirkan?”

Apa saja bukti yang menjadikan saya kasihan sama MZ? Banyak sekali. Yang paling fenomenal dan menyayat hati, saat saya membaca banyak status para fecebooker yang menumpahkan sakit hatinya. Misalnya sakit hati kepada tetangganya, karena tetangganya telah ngerasani dirinya, tentang hal yang tidak ada di dirinya, dan karena itu sakit hati itu dituliskan dengan apik di laman facebooknya.

Biasanya kalimatnya bernada sindiran balik kepada person-person yang dibidiknya. Tapi tidak menyebutkan nama siapakah person itu. Ironisnya, sindiran itu bagi temannya bukanlah misteri yang penuh tanda tanya, sebab mereka tahu siapakah person yang dimaksud. Tak lain tak bukan adalah tetangganya, atau temannya, atau saingan antar warga kampungnya.

Ada lagi yang nadanya seperti itu. Tapi person yang dituju bukanlah orang lain. Melainkan pasangan hidupnya, yang sebenarnya terjadi hanya disebabkan kesalahpahaman belaka. Tapi menurut mereka, pasangannya yang gemar menyindir pasangannya sendiri itu, telah membuat ia bersalah. Padahal kita tahu, mana ada sih manusia yang mau disalah-salahkan. Hanya pasangan kita yang bersalah.

Namun ironisnya, lagi-lagi nada sindiran itu bukan menjadi misteri yang tidak bisa ditemui jawabannya. Sebab banyak orang yang membaca status dia, paham dengan pemahaman yang terkonfirmasi, bahwa yang disindir itu suaminya sendiri, atau istrinya sendiri. Jadi sindirannya mudah ditebak.

Mengapa saya kok kasihan pada MZ, hanya karena hal-hal itu? Begini duhai orang-orang yang senang menyindir tapi sindirannya mudah ditebak, bahwa wadah yang kalian tulis itu Facebook. Facebook adalah media sosial, yang salah satu kesaktiannya, beberapa detik kalian menulis sebuah kalimat, sedetik kemudian sudah bisa dibaca jutaan orang.

Artinya, yang kalian tulis, sekalipun ungkapan dari privasi rumah tanggamu atau privasi hubungan pertemanan dan pertetanggaanmu, akan otomatis dikonsumsi jutaan orang. Lebih-lebih orang-orang terdekatmu yang membacanya dan tahu apa maksud sebenarnya sindiranmu itu. Wah, bakal muncul kesan yang tidak baik tentangmu.

Kesan tidak baik itu berisi kira-kira, “Ini masalah pribadi kok diunggah di facebook. Maunya bikin malu orang lain, jadinya malu sendiri. Seharusnya yang privasi tidak usah dipublikasi sedemikian rupa. Itu dzalim namanya...”

Nah, fenomena mengudal urusan privasi itulah yang membikin saya sungguh kasihan sama MZ. MZ sudah berbaik hati, meniatkan diri membuat Facebook untuk bisa digunakan demi kebaikan. Eh, kok masih ada yang memfungsikan untuk ngerasani, nyelatu dan nyindir suaminya, istrinya, tetangganya, temannya atau saingannya. Kan sama sekali tidak sesuai dengan niat baik MZ.

Ngerasani, nyelatu dan nyindir-nyindir itu perbuatan yang kotor. Kalau ditempatkan di Facebook milik MZ itu, sama pula kita telah mengotori sebuah adikarya yang sangat dahsyat itu. Makanya, daripada yang sukanya seperti itu terus berlanjut dan berlanjut, lebih baik segera hentikan. Dan jangan lupa minta maaf pada MZ atas segala kedzaliman yang sudah dilakukan. Wallahu a’lam bisshawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapaknya Satpam, Anaknya Doktor: Refleksi Hari Pendidikan Nasional

Kemarin malam (02/05/2018) talkshow Hitam Putih yang ditayangkan Trans7, mengundang beberapa bintang tamu. Di edisi spesial Hari Pendidikan Nasional tersebut, tontonan insipratif yang digawangi Deddy Corbuzier dan dikerneti Okky Lukman itu mendatangkan satu keluarga dari Yogyakarta. Keluarga tersebut sangatlah luarbiasa. Kisahnya sangat inspiratif, terutama bagi keluarga-keluarga lainnya, dalam hal betapa besar pengorbanan orangtua terhadap pendidikan anak. Ayah, yang bernama Teguh Tuparman, profesinya hanya sebagai satpam. Ibu, namanya Sri, berjualan di warung kecil miliknya. Bisa dibayangkan bahwa profesi keduanya itu pasti menggambarkan betapa keluarga tersebut sangatlah sederhana. Keluarga yang sangat minim ekonomi. Atau, keluarga yang pas-pasan. Namun kondisi ekonomi yang pas-pasan itu, tidak menutup semangat keduanya untuk mengkuliahkan ke-empat anaknya. Paling luarbiasa mampu menanggung biaya kuliah S3 putri tertuanya, bernama Retnaningtyas Susanti. Di acara yang selalu ...

Kejujuran Tak Butuh Dipertahankan Mati-matian

Jamak di masyarakat kita bahwa yang namanya pernyataan itu butuh bukti yang menguatkan. Bukti diajukan agar pernyataan yang dikeluarkannya tidak dianggap bualan belaka. Apalagi yang ada hubungannya dengan berita atau informasi. Orang kalau ingin informasi yang disampaikannya dipercaya orang lain, maka salah satu unsur utamanya adalah adanya bukti. Semakin bukti itu masuk akal, semakin dipercayailah informasi tersebut. Kita pasti pernah mengalami dua hal. Pertama, kita dimintai bukti oleh orang lain atas ucapan kita. Dan kedua, kita juga pernah meminta bukti dari orang lain atas ucapannya. Oleh karena itu bukti dan ucapan atau informasi ibarat pasangan suami istri yang tidak boleh diceraikan. Sebab kalau suatu saat diceraikan, maka si pengucap pernyataan tanpa adanya bukti bisa dicap “gedabrus” oleh orang lain. Orang kampung sangatlah menjauhi pangkat “gedabrus” menempel di pundaknya. Memang dari cara pengucapannya, kata “gedabrus” itu terkesan lucu. Kata yang sama sekali tidak t...

Orkes Moralitas

Kita pasti masih teringat pada seorang politisi yang menyorong kata-kata “bangsat” kepada organ-organ yang ada di sebuah institusi pemerintahan, di beberapa bulan yang lalu. Kita juga pasti belum alpa pada seorang tokoh nasional yang mendaku diri dan golongannya sebagai anggota partai Allah dan yang tidak sama dengannya dipelakati sebagai anggota partai setan. Masih menancap pula di memori kita, tentang makian dan cacian dari banyak orang yang ditujukan pada sosok Gus Dur (1940-2009) dengan banyak kata: picek , buta mata hati, liberal, antek Yahudi, dll. Sampai kematiannya di tahun ke 9 pun, ironisnya, sosok kosmopolit ini terus saja mendapat umpatan dan hinaan dari beberapa pihak. Masih terkenang pula perlakuan pada sosok Gus Mus, seorang kiai-budayawan, yang disepelekan seorang anak muda dengan kata: ndasmu . Untungnya kasus ini sudah ditutup, dan yang menutup adalah Gus Mus sendiri. Dengan kearifannya, Gus Mus memaafkan ulah orang yang menghinanya itu. Belum lama ini, ...