Istri mengikuti arahan suami adalah hal lumrah
karena ia sebagai tuntunan agama. Terutama arahan-arahan yang bernilai positif
dan tidak melanggar norma agama. Oleh karenanya jika sebaliknya si suami
mengarahkan si istri di jalan yang melanggar norma, ajaran agama membolehkan
istri tersebut menolak ajakan suaminya. Praktik di ranah faktual, ajaran ini
menjadi budaya di banyak keluarga, apalagi keluarga muslim yang memang memegang
doktrin tentang ketaatan istri pada suami tersebut.
Akan banyak hal baru yang dapat kita sadari dan
anggap normal manakala kita selidiki perilaku kerumahtanggaan kita. Konkretnya,
ternyata disamping istri manut pada suami, terjadi pula suami harus manut pada
istri. Apakah ada dalil agama di kenyataan bagian kedua itu? Silakan dicari
sendiri saja ya. Kalau sudah nemu tolong saya juga diberi tahu.
Kenyataan sosiologis suami nurut pada istri saya
rasa banyak pula terjadi. Dan hal ini sah-sah saja. Tidak ada yang salah. Toh
memang sebuah kebenaran tidak hanya milik suami, istripun punya hak untuk
menyatakan kebenaran. Jika suami benar, istri mengikuti jalan suaminya itu.
Istilahnya, istri mengikuti mazhab suami. Begitu pula sebaliknya, jika istri
lebih pas pandangannya, tentu suami tidak boleh menolak untuk mengikuti jalur
si istrinya itu. Alias, suami mengikuti mazhab istri.
Suami tidak boleh malu dengan lebih benarnya
argumentasi si istrinya. Atau suami tidak boleh merasa turun derajat. Malah
dalam kasus tersebut menjadi bahan introspeksi si suami untuk melihat ke dalam.
Bahasa kerennya otokritik, apa sih yang salah selama ini. Apakah memang yang ia
kembangkan di rumah tangganya salah betulan? Apakah sudah keluar dari jalur
cita-cita bersama antara suami dan istri? Ataukah memang bangunan kebenarannya
tidak punya pondasi kuat, sehingga istrinya tau jalan keluarnya, pondasi itupun
terbangun, lalu suami baru menyadarinya?
Saya sangat setuju dengan itu semua. Suami mau tidak
mau harus menyadari jika dirinya tidak sempurna. Gagah sih boleh, tapi urusan
arah yang benar dalam keluarga, boleh jadi si istri lebih mengerti. Apakah ini
dampak dari gerakan feminisme yang sejak lama menyeruak ke permukaan? Mencoba
menguak relasi yang seharusnya dijalankan antara suami yang laki-laki dan istri
yang perempuan itu? Boleh dianggap seperti itu. Tetapi pada kenyataannya
wilayah sosiologis mengetengahkan bahwa kesadaran suami nurut pada arahan
istri, merupakan kenyataan lokal yang intens terjadi, sadar atau tidak.
Baiklah, kalau anda semua bingung akan saya
tunjukkan buktinya. Tidak jauh-jauh, bukti-bukti tersebut saya alami sendiri.
Saya suami dan perempuan itu istri saya. Tapi beberapa hal saya justru
mengikuti mazhab istri.
1. Diambilkan Makan Malam
Beberapa
bulan lalu istri saya sering ngedumel ketika di atas pukul 20.00 WIB saya
sering nyemil. Bahkan sering makan makanan yang berat-berat mengandung
karbohidrat dan lemak. Kata istri, kebiasaan tersebut tak boleh diteruskan.
Kebiasaan yang akan membahayakan. Terutama kesehatan tubuh saya.
Mungkin
istri saya takut saya terkena penyakit. Namanya juga istri yang punya suami
lumayan bisa dibanggakan (kkkkkkkk), dia tak mau suaminya sakit sejak muda.
Jadi kesehatan suaminya perlu ia monitor.
Nah,
ternyata beberapa hari yang lalu ada perubahan pada pendapat istri saya.
Tiba-tiba ia menyodori saya sebuah tawaran makan malam. Padahal jam dinding
menunjukkan pukul 21.00 WIB. Apakah ia telah lalai dengan kontrolnya seperti
sejak beberapa bulan yang lalu? Ataukah ia sudah punya cara pandang baru bahwa
boleh makan di kala malam, tapi setelah itu diimbangi dengan berlari dan jangan
tidur sampai empat jam kemudian?
Persetan
dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Bagi saya yang paling penting adalah, saya
harus mengikuti arahan istri. Tanpa perlu menganalisis ndakik-ndakik, apalagi
memakai teori psikologi atau filsafat. Langsung saja saya jawab iya. Kemudian
sepiring makan malampun meluncur di depan persilaan saya. Diperlengkap segelas
kopi panas, menambah mantab ketaqlidan saya kepada istri.
2. Main Gadget Sambil Tiduran
Seperti
manusia jaman now lainnya, saya dan istri juga sangat seregep bermain gadget
hape. Kami punya kegemaran yang sama: update akun medsos masing-masing. Kalau
saya suka update info yang lucu-lucu, agak lucu, serius dan sangat serius.
Sehingga berakibat kepada saya yang kadang menjadi orang yang gampang berubah
sikap, dari serius menjadi lucu, atau dari sangat serius menjadi tertidur. Dan
kenyataan ini sangat dihapal oleh istri saya. (absurd)
Sementara
istri saya seringnya update jualan online di facebook dan instagram. Maklum dia
juga punya beberapa komoditas yang dijualnya di pasar online. Sehingga
aktifitas tersebut membuat kami tak bisa lepas dari gadget. Kecuali pas sedang
mandi, nyuci baju dan nyuci piring.
Seperti
contoh yang pertama, sebagai suami saya adalah sosok yang sembrono. Untuk
beraktifitas memainkan gadget sering banget sambil tiduran. Hal ini membuat
istri saya belingsatan. Iapun meminta saya merubah sikap. Agar kebiasaan
tersebut tidak berpengaruh buruk pada kesehatan mata. Lebih lagi agar tidak
ditiru anak-anak.
Nah,
akhir-akhir ini istri saya berubah pendapat. Ia sering bermain gadget sambil
tiduran. Saya yang melihat kenyataan tersebut tidak bisa berkata banyak. Lha
wong namanya saja pendapat, pasti mempunyai basis argumentasi yang logis. Yang
membedakan hanya tingkatannya saja. Sayapun mengikuti mazhab istri. Toh setelah
membaca tulisan ini saya yakin akan ada perubahan, bahwa lebih baik tidur betulan
dari pada bermain gadget sambil tiduran.
3. Mengerem Aktifitas Anak
Anak
kami yang kedua itu kreatifitas di dalam rumahnya lumayan banyak. Kadang
menulis di buku-buku kami yang masih ada lembaran kosong. Menggambar dan mewarnai,
juga aktifitas yang setiap hari dilakoninya. Karena seperti itu, saya lihat
anak perempuan kami itupun jarang tidur siang. Baru di atas pukul 8 malam ia bisa
tidur.
Selain
aktifitas-aktifitas tersebut, beberapa minggu ini ia kerap membuat tempelan
kertas. Yang dipakai tempelan adalah kertas lipat atau origami. Yang dijadikan
media menempel adalah tembok rumah. Jadilah ruang tamu rumah kami penuh dengan
coretan dan tempelan kertas.
Menurut
istri saya di beberapa minggu yang lalu, kreatifitas atau kebandelan anak, akan
berubah dengan sendirinya seiring perkembangan usia. Rumus ini diketahui istri
saya dari seorang selebritis bernama Syahnaz Haque, istri Gilang Ramadhan, yang
sering menjadi host talk show konsultasi keluarga. Menurut istri saya, si Syahnaz
menyampaikan bahwa kebandelan atau kreatifitas anak yang cenderung tanpa batas
akan menyesuaikan diri dengan usianya. Semakin anak bertambah dewasa, maka jenis
aktifitaspun akan berubah pula. Jika sebelumnya dia tidak mengenal batas, maka
setelah bertambah dewasa, lambat laun batas itupun akan diketahuinya. Perubahan
tersebut sangatlah instingtif.
Nah,
beberapa hari yang lalu ternyata rumus instingtif itu sepertinya sudah
dilupakan istri saya. Itu terlihat saat ia mengerem kreatifitas anak perempuan
kami ketika menempeli tembok rumah dengan begitu lincahnya. Saya tidak bisa menganulir
perubahan sikap itu. Sebab saya meyakini jika ia pasti mempunyai argumentasi terbaru
yang berbeda dengan Syahnaz Haque. Apa itu? Saya tidak paham.
***
Ya, itulah contoh betapa
suami kadangkala mengikuti mazhab istri tanpa disadari. Tidak perlu ada yang
menganggap suami kalah dari istri. Sebab rumah tangga itu bukan pertandingan One
Pride. Bukan pula UFC. Apalagi MotoGP. Rumah tangga itu tempatnya saling
menghargai pendapat masing-masing. Sekalipun itu anak kepada bapaknya. Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar hanya dengan keseriusan hati dan fikiran Anda