Langsung ke konten utama

Sekali-kali Pakailah Jasa Mereka

Sejenak mari kita menengok realitas di kanan kiri keberadaan kita. Di lingkup paling lekat dengan kehidupan nyata yang menegaskan fakta-fakta yang boleh jadi sering kita abaikan. Kita abai karena sebagian besar waktu terlalu banyak dihabiskan bernapas di ruang kehidupan yang sangat jauh jaraknya. Ruang kehidupan yang bernama media sosial, yang pendaran jangkauannya puluhan bahkan ratusan ribu kilo meter, melintasi dunia global.

Seperti beberapa hari yang lalu, aku dihenyakkan oleh sebuah fakta sosial yang aku yakin masihlah banyak terjadi, dan itu ada di dekat kehidupan kita. Mungkin, aku ini masuk kualifikasi orang yang tidak berpijak pada realita terdekat itu. Sehingga yang nampak dekat justru tidak aku gubris. Bahkan sekedar direnungkan.

Siang itu, aku dihenyakkan oleh seorang tukang jasa wenter yang melintas di depan rumah. Dia masih muda. Nampak dari wajah yang sempat aku lihat. Sambil mengayuh sepeda jengki birunya ia berteriak, “Wenter-wenter”.

Oh Tuhan, tiba-tiba langkahku terhenti. Nalarku tak bisa dihidupkan. Dadaku berdegub lumayan kencang. Apalagi istriku menambahi keterhenyakan itu dengan sebuah kalimat, “Kok masih ada ya pekerjaan seperti itu. Kira-kira ada gak yang memakai jasanya?”     

Ucapan istriku langsung merasuk ke sumsung tulangku. Mengunci sendi-sendinya. Membuatku deadlock beberapa saat. Perasaanku kemudian memenangkan segalanya. Aku iba kepada orang-orang yang profesinya remeh temeh, ecek-ecek dan sangat rendahan itu.

Coba kita lihat dan bandingkan dengan realitas sekarang, yang kata orang disebut jaman now. Adanya media sosial yang mempermudah cara berkomunikasi, mempermudah pula cara orang melakukan transaksi jual beli. Maka jual beli online pun nampaknya melatahi seluruh jengkal kehidupan siapapun juga. Dan kalau kita bicara mengenai keuntungannya, sama juga kita membicarakan masa depan ekonomi yang cerah.

Untung yang besar, modal yang kecil dan kemudahan bertransaksi, adalah senjata maut meraih kesuksesan secara ekonomi di era mutakhir ini. Belum lagi pembicaraan kita pada UMK yang tiap tahun naik bagi para buruh, tunjangan ini itu yang terus bertambah bagi para aparatur negara, atau para tuan tanah-tuan tanah yang setiap tahun mampu memperoleh sisa untung puluhan juta dari sawah dan gogolan-nya.

Akan nampak sangat berbeda ketika kita berbicara tentang para tukang jasa ecek-ecek itu. Tukang wenter, kalau kita mau menghitung, berapa penghasilan tiap bulan yang mereka terima? Sulit kita memperkirakannya. Apalagi jaman now, pakaian bagus-bagus begitu mudahnya nampang di hape kita. Sehingga ketika ada beberapa koleksi celana jeans kita yang warnanya sudah sirna, kita katakan sudah afkhir. Tidak usah diwenter. Alias sisihkan saja menjadi kain yang tidak bernilai. Lalu sesegera mungkin kita belanja celana baru menggantikan celana kita yang tergeletak lemah itu.

Lalu berapa jumlah sebenarnya penghasilan mereka, para tukang wenter, tukang sol sepatu, tukang servis payung, atau tukang cetak nama di sendok? Pasti kita kesulitan menghitung karena saking minimnya penghasilan mereka. Mereka memang bekerja dan berusaha. Bahkan sangat keras dibanding kita-kita ini. Bayangkan untuk memperoleh satu konsumen jasa saja, butuh berkilo-kilo meter langkah mereka sejak keluar rumah. Itupun kalau ada konsumen. Kalau tidak ada? Tentu saja seharian itu ia tidak memperoleh penghasilan serupiahpun. Otomatis jatah nafkahnya nol bagi keluarganya saat itu.

Kesimpulannya dan ini mudah-mudahan menjadi bahan renungan, kerja keras mereka tak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh. Jangan dibilang, “Oh mereka harus gini, harus gitu, mengikuti kemajuan jaman, harus berpindah profesi, bla bla bla bla,” sebab itu sama saja menyederhanakan fakta.

Tidak semua orang sama dengan kita. Pola pikir juga demikian. Kalau mereka merasa lebih sreg bekerja seperti itu, ya artinya memang itulah fakta sosialnya. Tinggal kita mau apa tidak memperhatikan bagaimana urusan makan anak istrinya, urusan sekolah anak-anaknya, urusan kesehatan, bayar ini itu, dan lain-lainnya.

Jangan pula fakta ini dikaitkan dengan perpolitikan. Apalagi dikatakan sebagai prestasi buruk rezim yang berkuasa. Aku kira penempatan itu justru ahistoris. Sebab kalau kita mau jujur dan paham, pekerjaan remeh temeh dan ecek-ecek itu sudah terjadi sejak jaman dulu. Jadi pekerjaan ini muncul sejak jaman kolonialisme menjajah negeri kita, silakan para sejarawan mengulik-mengulik datanya. Pekerjaan ini selalu ada di setiap jaman.

Apalagi ada yang menggunakannya sebagai senjata politik. Biasanya memang seperti itu, para elit politik yang bertarung sama-sama mengklaim pro kepada wong cilik. Tapi kalau ternyata justru abai dan hanya mengurus “udele dewe”, aku doakan semoga mereka ditangkap KPK. Amiin.

Aku teringat dengan praktikum kehidupan almarhum Ustad Jefri al-Buchori semasa hidupnya. Beliau sering mengajak anak istrinya di banyak kesempatan untuk membeli barang remeh temeh dan menggunakan jasa remeh temeh pula. Keluarganya sering memprotes, untuk apa membeli sapu di pinggir jalan, kacang goreng dari tukang asongan yang mangkal di perempatan, atau tukang ojek untuk sekedar mengantar di pintu gerbang komplek perumahan, padahal semuanya sudah tersedia. Beliaupun menjelaskan justru itulah yang sebenarnya akan menolong mereka. Menolong urusan makan keluarga mereka yang boleh jadi sangat bergantung dari profesi yang butuh kerja keras, tapi tidak mesti mendapat penghasilan.

Oleh karena itu, bagi siapapun yang selama ini menggunakan jasa para tukang remeh temeh itu, aku salut dengan sikap anda. Dan bagi siapapun yang abai, mari kita memulai memikirkan yang kecil-kecil itu dan sesekali menggunakan jasa mereka. Siapa tahu kunci keberkahan kita berada di genggaman tangan mereka. Wallahu a’lam    


Mojokerto, 12-12-17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspresi Agama dan Budaya: Duet KH. Imam Hambali dan Abah Topan

Lega dan bersyukur. Itulah dua perasaan yang mengumpul di benak saya. Pasca usainya pergelaran pengajian umum di kampung saya pada tanggal 26 Oktober yang lalu. Sebuah kegiatan keagamaan yang berskala besar yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Tahun ini memang agak spesial. Tidak seperti biasanya panitia kampung mendatangkan seorang penceramah, di perhelatan tahun ini yang didatangkan duet antara penceramah dan pelawak; KH. Imam Hambali dan Abah Topan. Bisa dibayangkan bagaimana riuh dan ramainya para warga yang menghadiri pengajian tersebut. Dan seperti sudah diduga sebelumnya, para warga yang hadirpun membeludak. Jumlahnya berkisar seribu orang lebih. Mereka tidak saja warga lokal, tetapi banyak pula yang berasal dari tetangga desa. Mereka nampak khusyuk menyimak ceramah agama yang disampaikan KH. Imam Hambali, dan lawakan mengocok perut dari tingkah pola dan guyonan Abah Topan. Jumlah penyimak pengajian yang membeludak tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pasti ada penyeb...

Masjid itu Pusat Madrasah Bagi Anak-anak Kita

Kemarin hari Jum’at. Tak terasa. Baru seminggu yang lalu menemui hari Jum’at, eh kemarin dia sudah muncul lagi. Tapi memang dasar, hari Jum’at itu siklus mingguan yang bisa kita lalaikan untuk sementara. Namun mendadak sanggup memaksa kita untuk mengingatnya kembali. Di pesantren-pesantren biasanya diadakan kerja bakti secara bersama-sama (ro’an). Warga desa juga sama, terbiasa jum’at bersih. Di kantor-kantor, hari Jum’at itu hari menyehatkan. Para penghuni kantor biasa bersenam pagi. Keluar keringat itu sehat. Aku lihat kemarin, ada juga yang punya ritual seperti itu, di tempat lain yang berbeda, di bangunan-bangunan nan besar bernama masjid. Mereka itu para lelaki setengah baya. Jumlahnya, ya, lima orang lah. Mereka ada yang berdiri. Ada yang ngelempoh. Mereka mengepel lantai. Menguras kamar mandi dan membersihkan tempat wudlu. Mereka mengecek microfon dan sound system, mempersiapkan pelaksanaan acara besar. Oh ya, kemarin kan hari Jum’at. Hari di mana ketika matahari mulai ...

MENGATASI LEMAH INGATAN

Lemah ingatan terjadi bukan tanpa kemauan dari dirinya sendiri. Seseorang yang ingat banyak hal menegaskan dengan sendirinya mampu menguasai dirinya. Sebaliknya, orang yang sering lupa seperti mengumumkan jika dirinya telah kalah. Kemenangan pikiran lebih bermakna bahwa selama yang terjadi sudah dimasukkan ke dalam memori otak. Kemudian memori itu dipelihara dengan baik, diselimuti pagar, yang tidak banyk lubang menganga di atasnya. Semua telah tertututi dengan rapi. Jangan heran, banyak dari orang yang masih mengingat banyak hal, akan gampang menyembunyikan rahasia orang lain. Lebih-lebih rahasia aib orang lain. Ada komitmen moral yang ia pegang teguh, sekalipun tidak ia sampaikan. Jadi, orang yang selalu ingat adalah orang yang mampu menyembunyikan aib sesamanya....