Saya lihat anak-anak muda yang baru lulus sekolah beberapa tahun terakhir ini banyak yang bingung. Mereka setiap pagi wara wiri dengan motornya. Pulangnya sore, kemudian nongkrong dengan teman tongkrongannya. Nongkrong di tempat favorit mereka. Tertawa, suka ria, jingkrakan, dan seabrek gerakan-gerakan lainnya. Kemudian pulangnya malam, bahkan dini hari.
Jumlah mereka lumayan banyak. Di hampir lingkungan banyak anak muda yang rutinitasnya seperti itu. Yaumiyah-nya diisi aktifitas yang saya yakin mereka sebetulnya paham baik dan buruknya. Cuman mereka perlu dibuka saja pintu kesadarannya, tentang aspek baik dan buruk yaumiyah yang semacam itu.
Setelah ditelusuri, ternyata rata-rata mereka diselimuti bingung level beneran. Sumber kebingungan itu terletak pada kondisinya yang masih nganggur (non job) oleh karena belum mendapat panggilan kerja dari perusahaan yang sudah dilamarnya. Menurut pengakuan mereka, sudah puluhan perusahaan yang sudah dimasuki surat lamaran, tapi belum satupun yang gol. Ada pula yang sudah kerja namun tidak kerasan.
Setelah ditanya apakah akan terus menunggu panggilan walau tidak tahu kapan momen itu akan terjadi. Mereka tolah toleh, menjawab dengan penuh ragu, “iya”. Ia mau menunggu sampai disms seorang personalia perusahaan tertentu. Kemudian ditanya lagi, sampai kapan harus menunggu panggilan agung itu, seandainya sudah berjalan minimal satu tahun. Apalagi sekarang jika ingin menjadi karyawan baru sebuah perusahaan, sudah berlaku hukum Orde Baru yang namanya nepotisme, saudaraisme dan koncoisme. Lagi-lagi mereka tolah toleh, tak tau harus menjawab apa. Terlihat pertanyaan ini memang sulit buat mereka. Ya, miriplah sama pertanyaan fisika: bumi itu datar apa bulat, hayo?
Di situlah pentingnya mereka diberi pencerahan pada yang namanya REALISTIS. Pertama, bagi yang orang tuanya tergolong kaya, lebih baik kuatkan dan tekadkan diri untuk meneruskan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Mumpung orang tua bisa membiayai. Dengan catatan, kuliah yang serius, belajar yang giat, baca buku sebanyak-banyaknya, ikuti perkembangan zaman, dan jangan lupakan ibadah seraya mendoakan kepada orang tua agar hidupnya berkah.
Kedua, yang orang tuanya berpunya tetapi hasrat hati ingin memperoleh penghasilan, ya gak apa-apa. Coba cari pekerjaan itu dengan syarat apa yang ada pada diri yang apa adanya. Alias hanya bermodalkan ijazah Aliyah, misalnya. Atau berwiraswastalah dengan modal pertama dari harta orang tua. Catatannya, harus ditegaskan bahwa usaha yang dijalankan diproyeksikan menjadi besar dan sukses. Pula, hanya sekali saja harta orang tua tersebut yang dipakai. Selanjutnya sukses dan bangkrutnya silakan ditanggung sendiri.
Dan ketiga, bagi yang orang tuanya biasa-biasa saja, maka realistislah dalam berkeputusan. Jika ingin kuliah sebaiknya carilah kerja terlebih dulu. Setelah dapat kerja barulah berpikir kuliah.Tetapi ketika dalam proses mencari dan melamar kerja itu tidak jelas kapan dimulainya, lebih baik realistis lagi dalam berpikir dan bertindak selanjutnya.
Artinya, jangan menunggu momen yang tidak diketahui kapan datangnya itu. Maka perlulah untuk berpikir menjadi wiraswastawan, entah apa wujud usaha itu. Modalnya hutang bank, biar hidupnya semangat, dan ketika berhasil lunas, itulah kemerdekaan yang sejati. Artinya lagi, perlulah anak-anak muda untuk memutar otak lebih keras. Zaman ini banyak enaknya, tapi perlu otak diputar dengan putaran yang kuat. Jangan pernah berpikir otaknya bisa jebol.
Kalau ternyata untuk putar otak saja tidak bisa, nah ini, ini merupakan problem yang tidak bisa dibongkar sekalipun oleh ilmuwan yang paling cerdas. Otak itu ada di kepalanya sendiri, tentu diri sendiri itulah yang memutarnya. Apa perlu saya pusingkan kepalanya, biar otaknya ikut berpusing juga!
Ah, tapi saran itu sekedar usulan. Dan usulan itu juga sekedar saran. Yang mengamalkan kehidupan ya anak-anak muda sendiri. Butuh independensi dan kemerdekaan menentukan sikap.
Kalaulah ternyata punya ide sendiri, itu malah lebih baik. Tentu ide yang harusnya briliyan, semisal menjadi penulis buku, membuat blog yang bisa dikomersilkan, jualan pentol dengan berbagai macam bentuknya yang cantik dan maknyuss, atau bertani di sawah milik orang tua. Pokoknya halal. Atau ada yang milih menghibahkan hidupnya menjadi guru diniyah atau TPQ. Yang satu ini kayaknya akan lebih cepat kaya!
Satu hal, jangan pernah berpikir ide yang menurut kalian brilian, tetapi jebulnya nyolong, ngerampok, jualan narkoba dan minuman keras, atau jadi pengecer togel. Sebab menurut ustad Solikin, itu semua tergolong perbuatan yang dilarang agama.
Jumlah mereka lumayan banyak. Di hampir lingkungan banyak anak muda yang rutinitasnya seperti itu. Yaumiyah-nya diisi aktifitas yang saya yakin mereka sebetulnya paham baik dan buruknya. Cuman mereka perlu dibuka saja pintu kesadarannya, tentang aspek baik dan buruk yaumiyah yang semacam itu.
Setelah ditelusuri, ternyata rata-rata mereka diselimuti bingung level beneran. Sumber kebingungan itu terletak pada kondisinya yang masih nganggur (non job) oleh karena belum mendapat panggilan kerja dari perusahaan yang sudah dilamarnya. Menurut pengakuan mereka, sudah puluhan perusahaan yang sudah dimasuki surat lamaran, tapi belum satupun yang gol. Ada pula yang sudah kerja namun tidak kerasan.
Setelah ditanya apakah akan terus menunggu panggilan walau tidak tahu kapan momen itu akan terjadi. Mereka tolah toleh, menjawab dengan penuh ragu, “iya”. Ia mau menunggu sampai disms seorang personalia perusahaan tertentu. Kemudian ditanya lagi, sampai kapan harus menunggu panggilan agung itu, seandainya sudah berjalan minimal satu tahun. Apalagi sekarang jika ingin menjadi karyawan baru sebuah perusahaan, sudah berlaku hukum Orde Baru yang namanya nepotisme, saudaraisme dan koncoisme. Lagi-lagi mereka tolah toleh, tak tau harus menjawab apa. Terlihat pertanyaan ini memang sulit buat mereka. Ya, miriplah sama pertanyaan fisika: bumi itu datar apa bulat, hayo?
Di situlah pentingnya mereka diberi pencerahan pada yang namanya REALISTIS. Pertama, bagi yang orang tuanya tergolong kaya, lebih baik kuatkan dan tekadkan diri untuk meneruskan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Mumpung orang tua bisa membiayai. Dengan catatan, kuliah yang serius, belajar yang giat, baca buku sebanyak-banyaknya, ikuti perkembangan zaman, dan jangan lupakan ibadah seraya mendoakan kepada orang tua agar hidupnya berkah.
Kedua, yang orang tuanya berpunya tetapi hasrat hati ingin memperoleh penghasilan, ya gak apa-apa. Coba cari pekerjaan itu dengan syarat apa yang ada pada diri yang apa adanya. Alias hanya bermodalkan ijazah Aliyah, misalnya. Atau berwiraswastalah dengan modal pertama dari harta orang tua. Catatannya, harus ditegaskan bahwa usaha yang dijalankan diproyeksikan menjadi besar dan sukses. Pula, hanya sekali saja harta orang tua tersebut yang dipakai. Selanjutnya sukses dan bangkrutnya silakan ditanggung sendiri.
Dan ketiga, bagi yang orang tuanya biasa-biasa saja, maka realistislah dalam berkeputusan. Jika ingin kuliah sebaiknya carilah kerja terlebih dulu. Setelah dapat kerja barulah berpikir kuliah.Tetapi ketika dalam proses mencari dan melamar kerja itu tidak jelas kapan dimulainya, lebih baik realistis lagi dalam berpikir dan bertindak selanjutnya.
Artinya, jangan menunggu momen yang tidak diketahui kapan datangnya itu. Maka perlulah untuk berpikir menjadi wiraswastawan, entah apa wujud usaha itu. Modalnya hutang bank, biar hidupnya semangat, dan ketika berhasil lunas, itulah kemerdekaan yang sejati. Artinya lagi, perlulah anak-anak muda untuk memutar otak lebih keras. Zaman ini banyak enaknya, tapi perlu otak diputar dengan putaran yang kuat. Jangan pernah berpikir otaknya bisa jebol.
Kalau ternyata untuk putar otak saja tidak bisa, nah ini, ini merupakan problem yang tidak bisa dibongkar sekalipun oleh ilmuwan yang paling cerdas. Otak itu ada di kepalanya sendiri, tentu diri sendiri itulah yang memutarnya. Apa perlu saya pusingkan kepalanya, biar otaknya ikut berpusing juga!
Ah, tapi saran itu sekedar usulan. Dan usulan itu juga sekedar saran. Yang mengamalkan kehidupan ya anak-anak muda sendiri. Butuh independensi dan kemerdekaan menentukan sikap.
Kalaulah ternyata punya ide sendiri, itu malah lebih baik. Tentu ide yang harusnya briliyan, semisal menjadi penulis buku, membuat blog yang bisa dikomersilkan, jualan pentol dengan berbagai macam bentuknya yang cantik dan maknyuss, atau bertani di sawah milik orang tua. Pokoknya halal. Atau ada yang milih menghibahkan hidupnya menjadi guru diniyah atau TPQ. Yang satu ini kayaknya akan lebih cepat kaya!
Satu hal, jangan pernah berpikir ide yang menurut kalian brilian, tetapi jebulnya nyolong, ngerampok, jualan narkoba dan minuman keras, atau jadi pengecer togel. Sebab menurut ustad Solikin, itu semua tergolong perbuatan yang dilarang agama.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar hanya dengan keseriusan hati dan fikiran Anda