Mba Inayah Wulandari mendapat kejutan dari Bianca Liza, co host Tukul Arwana dalam talkshow The Interview With Tukul Arwana yang ditayangkan dua hari yang lalu (13/08). Kejutan itu berwujud sebuah kotak berwarna coklat. Iapun menerima kotak itu dan membukanya. Didapatinya dalam kotak itu sebuah kantung kain bercorak batik warna hijau.
Dipegangnya kantung kain tersebut. Ia menimangnya. Meraba-raba
kantung bertali itu. Sejurus kemudian membukanya. Ketika mengetahui wujud benda
dalam kantung tersebut, tiba-tiba matanya sembab. Nampak jelas air mata
membasahi pipi perempuan cadel, putri bungsu Gus Dur dan Ibu Shinta Nuriyah.
Kejutan tersebut sungguh membuatnya terharu.
Benda itu sangat dikenangnya. Ia pun bercerita di depan
Tukul, Bianca, Ibu Shinta Nuriyah yang menjadi bintang tamu utama, dan juga para
penonton talkshow yang tayang tiap Minggu malam di Kompas TV, bahwa cd player
mini itu pemberian Gus Dur, ayahnya.
Mba Inayah mengungkap cerita di balik kejadian itu. Dulu sebelum
ia menerima benda bersejarah tersebut, ia memang sangat ingin mempunyai cd
player seperti teman-teman sekolahnya. Namun ia tidak berani mengatakan
keinginan itu kepada orang tuanya. Ia menyadari cd player merupakan benda yang
harganya mahal. Sementara ia tahu bagaimana perjuangan hidup Gus Dur demi keluarganya.
Mba Inayah memutuskan akan menyimpan keinginan itu di dalam
batinnya, tanpa perlu orang lain tahu. Apalagi ketika itu Gus Dur adalah
manusia super sibuk yang jarang pulang ke rumah. Ia sudah paham kalau bapaknya
adalah pejuang kemanusiaan yang tiap hari berkeliling dari kota ke kota, bahkan
lintas negara. Maka kemauan, keinginan dan rasa kepingin cd player itupun
berusaha ia lupakan.
Ternyata tanpa disangkanya, keinginan di batin yang
sebetulnya sudah dikubur dalam-dalam itu tiba-tiba berganti kegembiraan. Gus
Dur membelikannya sebuah cd player mini yang ia pegang saat itu sepulang dari
kunjungannya ke luar negeri. Ia benar-benar tak habis pikir, bagaimana ayahnya bisa
tahu isi hatinya. Padahal tak pernah ia menyatakan langsung keinginan itu dihadapan
Gus Dur. Hal itulah yang membuat Mba Inayah menangis, terkenang peristiwa yang
penuh kejutan, haru dan bahagia tersebut.
***
Lain lagi dengan apa yang diceritakan Ibu Shinta Nuriyah di
acara tersebut. Suatu ketika ban kursi roda yang setiap hari beliau pakai mengalami
bocor atau kempes. Menurut beberapa pengawalnya memang sudah saatnya ban itu
diganti. Semenjak Gus Dur masih hidup, ban kursi roda tersebut belum pernah
diperbarui sama sekali.
Bu Shinta akhirnya menyuruh orang kepercayaannya mencari ban
baru. Tetapi setelah dicari di banyak toko sekitaran Ciganjur dan area Jakarta
terdekat, ternyata tidak ada yang menjualnya. Barulah beliau ingat jika dulunya
kursi roda bermesin itu berasal dari Tangerang. Kata beliau ada seseorang dari
Tangerang yang menghadiahi kursi roda khusus buat dirinya.
Disuruhnya orang kepercayaan Bu Shinta agar mencari toko
yang menjual kursi roda bermesin itu sampai ketemu. Setelah melalui pencarian
yang memakan waktu, orang suruhan Bu Shinta itu akhirnya bisa menemukan toko
dimaksud. Ia pun menyampaikan kendala yang terjadi kepada pemilik toko perihal
ban kursi roda milik istri Gus Dur tersebut.
Si pemilik toko kemudian memberi tahu dua rahasia dari kursi
roda limited edition yang istimewa itu. Pertama, ban untuk kursi
roda itu memang tidak ada di pasaran. Adanya cuma di tokonya itu. Makanya tidak
akan bisa menemukan jenis ban yang seperti itu di tempat lain. Dan kedua,
kursi roda istimewa tersebut adalah pesanan khusus dari Gus Dur sendiri. Jadi
bukan ia yang menghadiahkan, tetapi Gus Durlah yang memesan untuk istri
tercintanya tersebut.
Cerita itu dengan sendirinya memberitahukan fakta yang lain
bahwa untuk sekedar membelikan sesuatu yang istimewa kepada istrinya, Gus Dur
sanggup merangkai peristiwa penuh rahasia. Beliau tidak memberitahukan siapa
sebenarnya yang membelikan kursi roda istimewa itu. Bahkan diketahui Bu Shinta
beberapa tahun setelah kewafatan Gus Dur.
Tadi malam Bu Shinta juga bercerita satu lagi, sebuah cerita
yang sampai sekarang masih menjadi misteri. Menurut penuturan beliau, sekitar
satu atau dua tahun yang lalu ditemukanlah sebuah kotak di kamar Mba Yenni. Itu
diketahui setelah Mbak Yenni membongkar beberapa sudut kamarnya.
Setelah dibuka, beliau tersentak. Ternyata isi kotak itu perhiasan
emas yang jumlahnya lumayan banyak. Kelihatannya perhiasan khas Timur Tengah.
Berarti perhiasan itu pasti belinya di Arab sana.
Satu hal yang menarik, di kotak itu tertuliskan pesan bahwa
perhiasan itu dihadiahkan khusus kepada Bu Shinta Nuriyah. Mba Yenni dan Bu
Shinta serta anggota keluarga lainnya kompak memendam tanya, siapakah yang
menghadiahkan perhiasan tersebut. Apakah dari orang lain? Tetapi mengapa ada di
kamar Mba Yenni. Ataukah dari Gus Dur? Melihat Gus Dur yang terbiasa
menyembunyikan jati diri, yang kebetulan banyak terbongkar ketika beliau sudah
wafat di tujuh tahun ini, nampaknya memang beliaulah pelakunya. Tetapi, sekali
lagi, Bu Shinta dan putri-putrinya tidak berani memastikan dugaan itu.
Sepertinya untuk peristiwa yang terakhir ini akan tetap
menjadi misteri di keluarga besar yang sekarang sedang meneruskan perjuangan
Gus Dur. Sampai kemudian diketahui fakta baru lainnya yang menguatkan bahwa
memang sang pemilik trade mark “Gitu Aja Kok Repot” itulah manusia
misterius yang dimaksud. Tapi entah kapan fakta baru itu terkuak.
***
Sejarah, fakta dan realita yang diungkap Bu Shinta dan Mba
Inayah di acara Tukul Arwana tersebut menunjukkan bahwa Gus Dur adalah salah
seorang pelaku ikhlas yang sejati. Untuk hal sepele semisal membelikan istri
dan anaknya benda kesayangan, beliau rela menyembunyikan jati diri. Model hidup
yang seperti itu merupakan sebuah sikap yang sangat luar biasa.
Yang lebih dahsyat lagi saat beliau menanggapi dengan santei
segala macam ungkapan kebencian, hujatan, fitnahan dari orang lain yang respon keteguhan
sikapnya membela kemajemukan. Paling pamungkas saat beliau didongkel dengan cara
politik yang kotor dari jabatan Presiden RI keempat yang beliau emban selama
setahun lebih. Semua kedzaliman tersebut beliau terima dengan ikhlas, tanpa
pernah muncul rasa sakit hati setitikpun. Beliaulah salah satu guru ikhlas yang
harus kita pelajari.
Ungkapan menarik dituliskan KH. Husein Muhammad dalam
bukunya “Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur.” Menukil Syeih Ibnu Athaillah
al-Sakandari, KH. Husein Muhammad mendedah sikap dan pemikiran Gus Dur yang
melampaui zamannya tersebut. Salah satunya sikap ikhlasnya yang sangat total
dalam kehidupannya.
Lebih lengkap kasidah itu berbunyi:
Tasbiqu anwar al-hukama’ aqwa lahum fa haytsu shara
al-tanwiru washala al-ta’biru. Maknanya, ”Cahaya para bijak bestari
mendahului kata-katanya. Ketika batin telah tercerahkan, kata-kata mereka
sampai.” Wallahu a’lam
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar hanya dengan keseriusan hati dan fikiran Anda