Alam semesta, bagi sebagian orang dirasa masih menjadi misteri yang belum terungkap hingga kini. Salah satu yang menjadi misteri tersebut adalah ada tidaknya pencipta dan penggeraknya. Misteri ini membuat pandangan mengenainya terbelah menjadi dua. Pertama, yang menganggap bahwa alam semesta ini ada dan bergerak dengan sendirinya. Dan kedua, yang meyakini bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan dan menggerakkannya, yaitu Tuhan.
Para fisikawan Barat sebagian besar masih meyakini bahwa alam semesta tidak diciptakan. Menurut hasil observasi mereka, jagad raya mempunyai usia yang tak terhingga dan keluasannya tidak terbatas. Sebab kalau ia terbatas atau terhingga, maka bintang dan galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya gravitasi dari satu sisi saja, yaitu menuju pusat alam semesta. Sehingga lambat laun benda-benda langit itu akan mengumpul di sekitaran pusat tersebut. Celakanya mereka belum pernah mengamati kemungkinan itu.
Bahkan menurut mereka, bahwa alam semesta ini tidak akan berubah keadaaannya sejak waktu tak berhingga lamanya yang telah lampau, sampai waktu tak berhingga lamanya yang akan datang. Semuanya berdasarkan pengamatannya melalui penelitian laboratorium yang menemukan materi itu kekal adanya. Apapun reaksi yang dialami materi, melalui perubahan unsur-unsur lainnya, massa materi tak bisa hilang. Atau paling tidak, ia hanya akan berubah menjadi energi yang setara. Artinya ia tidak bisa musnah. Ia akan kekal abadi. Yang artinya alam semesta ini tidak diciptakan. Hukum ini pertama kali dikembangkan oleh Isaac Newton pada abad ke-17. Demikian dicatatkan Achmad Baiquni dalam karyanya Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
Tetapi menurut Paul Davies dalam Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas bahwa para fisikawan penolak adanya kuasa Tuhan di balik alam semesta sama sekali meminggirkan persoalan tentang asal-usul materi itu sendiri. Mereka terus berpretensi jika alam semesta ini berjalan secara alamiah dan ilmiah. Padahal telah jelas bahwa temuan penelitian terbaru dan sangat sesuai dengan berita kitab suci, bahwa alam ini diciptakan dan pada saatnya nanti akan hancur berkeping-keping.
Tentang penciptaan alam, dewasa ini para ahli kosmologi dan ahli astronomi yang mengakui adanya campur tangan Tuhan, sebenarnya telah sangat percaya bahwa sekitar 12 milyar tahun yang lalu, jagad raya fisik ini meledak menjadi eksistensi dalam sebuah letusan yang mengagumkan. Kita mengenalnya secara populer sebagai “dentuman besar” atau Big Bang.
Menurut Baiquni, Big Bang atau “dentuman besar” ini pertama kali ditemukan para ahli fisika pada tahun 1929. Ketika itu Hubble melakukan pengamatan ke alam semesta menggunakan teropong bintang yang ia buat. Dalam pengamatannya itu ia melihat sebuah realitas yang mencengangkan, bahwa galaksi-galaksi yang ada di sekeliling kita, menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi, dimana yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita. Artinya ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, tetapi dinamis atau terus bergerak.
Dari dinamisnya pergerakan alam semesta itu, para fisikawan berkesimpulan bahwa semua galaksi di jagad raya ini semula sebetulnya bersatu padu dengan galaksi Bimasakti yang kita huni ini. Materi itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang alam (langit). Kira-kira 12 milyar tahun yang lalu, karena adanya gaya gravitasi yang sangat kuat, materi itupun meremas diri yang kemudian terjadilah “dentuman besar” itu. Terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dari volume yang sangat kecil. Pertanyaannya, siapakah yang meledakkan materi itu? Sanggupkan para fisikawan menjawabnya? Tentu saja mereka tak mampu. Hanya Allah-lah yang mampu melakukan itu dan memberitahukannya kepada kita, sesuai firman-Nya dalam Surat al-Anbiya’ ayat 20:
“Dan tidakkah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dan bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya itu.”
Kemudian dentuman besar itupun menaburkan banyak materi. Menurut para fisikawan, kira-kira menaburkan sebanyak 100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar bintang. Pertanyaannya kemudian, siapakah yang mampu melemparkan kira-kira 10.000 ribu milyar-milyar bintang yang masing-masing massanya (berat) sekitar massa matahari ke seluruh pelosok alam? Apakah para fisikawan sanggup menjawab pertanyaan itu? Tentu saja mereka lagi-lagi tidak akan sanggup menjawab, kecuali Allah sendirilah yang lagi-lagi memberitahukan kepada kita. Dalam al-Qur’an Surat ad-Dzariyat ayat 47 Allah berfirman:
“Dan langit (ruang alam) itu kami bangun dengan kekuatan dan Kamilah sesungguhnya yang meluaskannya.”
Dari uraian di atas telah jelas kita temukan bahwa di balik alam semesta yang luas ini ada tangan Tuhan yang mengkreasinya. Dialah yang telah mencipta, menggerakkan dan pada saatnya nanti menghancurkannya. Bukan alam yang bekerja sendiri, tetapi ada Tuhan dengan kekuasaannyalah yang mengkreasikannya. Dengan kata lain alam semesta ini adalah ayat-ayat Allah dalam wujud yang lain, berbeda dari ayat verbal dalam al-Qur’an.
Demikian pula dengan terjadinya gerhana rembulan kemarin malam. Sebuah gerhana yang dikenal dengan sebutan Super Blue Blood Moon, yang hanya bisa terjadi di siklus puluhan tahun bagi beberapa negeri seperti Indonesia ini, bahkan ratusan tahun bagi beberapa negeri lainnya. Terjadinya fenomena itu juga merupakan petunjuk tentang adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya di alam semesta ini.
Dalam Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah atas Juz ‘Amma yang disusun Tim YPM Salman ITB, menurut ilmu fisika terjadinya gerhana rembulan atau matahari seperti kemarin malam, menunjukkan posisi lurus dan membentuk sudut pandang yang sama di antara tiga benda: matahari, bumi dan rembulan. Jarak antara bumi dan matahari adalah 150 juta km, ditambah jarak bumi dan rembulan yang sejauh 384 ribu km, maka garis lurus antara tiga benda alam semesta itu sejumlah 150.384.000 km. Tentu saja posisi yang sangat indah dan kita nikmati bersama itu menunjukkan keteraturan alam semesta yang pasti ada yang mengaturnya. Apakah mampu ketiga benda itu membentuk barisan indah, lurus dan simetris, secara mandiri tanpa campur tangah Tuhan? Tentulah mereka hanyalah benda yang digerakkan atau diatur oleh Tuhan, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Rahman ayat 5, “Matahari dan bulan, kedua-keduanya dengan perhitungan.”
Terjadinya fenomena satu yang mempengaruhi fenomena lainnya di alam semesta ini, membuktikan pula bahwa alam semesta ini bergerak dengan sangat teratur. Alam semesta tidak bergerak ngawur sesuai keinginannya sendiri. Ia bergerak berdasarkan korelasi, aksi dan reaksi yang tidak saja membuktikan adanya Tuhan di balik alam semesta, tetapi lebih menegaskan lagi bahwa tak mungkin bisa dilakukan oleh Tuhan yang tidak tunggal. Kalau Tuhan tidak Esa atau tunggal, mana mungkin akan sanggup menciptakan korelasi, aksi dan reaksi di alam raya ini sebagai sebuah tatanan yang sangat unik. Demikian yang menjadi doktrin Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dalam karya Filsafat Tauhid: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman.
Pertanyaan paling akhir: mengapa adanya alam semesta dengan segala gerak-gerik keteraturannya, tidak bisa dipahami banyak orang untuk menemukan Tuhan di balik itu semua? Sehingga mereka tetap berkesimpulan bahwa alam semesta itu hidup oleh dirinya sendiri, bahkan ada yang mengatakan alam sendiri itulah Tuhan? Bukan memahaminya sebagai sekedar ayat-ayat Tuhan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan kesadaran diri tentang sudah digunakan atau tidak kecerdasan emosional, spiritual dan mata hati kita dalam melihat alam semesta sebagai ayat-ayat Allah. Sebab menurut M. Quraish Shihab dalam buku DIA di Mana-mana: Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena, bahwa untuk memperhatikan ayat-ayat Allah tersebut, seyogyanya kita tidak hanya menggunakan kecerdasan berpikir atau mata kepala semata, tetapi juga harus menggunakan segenap kecerdasan spiritual dan emosional atau mata hati manusia.
Hal itulah yang akan membedakan mana orang yang akan mampu bertemu dengan-Nya (Tuhan) dan mana yang tidak. Karena tanpa keterlibatan kecerdasan emosional dan spiritual, tanda-tanda pertemuan dengan Allah yang menguasai alam semesta, akan sulit terjangkau oleh siapapun. Betapapun cerdasnya dia. Persis seperti seseorang yang akan menikmati merdunya musik, hanya dengan membelalakkan matanya, tapi menutup rapat-rapat lubang telinganya. Hasilnya, ia hanya sanggup melihat para pemusik memainkan alat musiknya. Tapi tak mampu mencerap keindahan dan kesyahduan musik yang bisa menunjam batin para pendengarnya. Padahal inti pertunjukkan musik adalah suara indah yang didengar itu. Wallahu a’lam bi al-Shawab
Mojokerto, 01-02-2018
Para fisikawan Barat sebagian besar masih meyakini bahwa alam semesta tidak diciptakan. Menurut hasil observasi mereka, jagad raya mempunyai usia yang tak terhingga dan keluasannya tidak terbatas. Sebab kalau ia terbatas atau terhingga, maka bintang dan galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya gravitasi dari satu sisi saja, yaitu menuju pusat alam semesta. Sehingga lambat laun benda-benda langit itu akan mengumpul di sekitaran pusat tersebut. Celakanya mereka belum pernah mengamati kemungkinan itu.
Bahkan menurut mereka, bahwa alam semesta ini tidak akan berubah keadaaannya sejak waktu tak berhingga lamanya yang telah lampau, sampai waktu tak berhingga lamanya yang akan datang. Semuanya berdasarkan pengamatannya melalui penelitian laboratorium yang menemukan materi itu kekal adanya. Apapun reaksi yang dialami materi, melalui perubahan unsur-unsur lainnya, massa materi tak bisa hilang. Atau paling tidak, ia hanya akan berubah menjadi energi yang setara. Artinya ia tidak bisa musnah. Ia akan kekal abadi. Yang artinya alam semesta ini tidak diciptakan. Hukum ini pertama kali dikembangkan oleh Isaac Newton pada abad ke-17. Demikian dicatatkan Achmad Baiquni dalam karyanya Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
Tetapi menurut Paul Davies dalam Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas bahwa para fisikawan penolak adanya kuasa Tuhan di balik alam semesta sama sekali meminggirkan persoalan tentang asal-usul materi itu sendiri. Mereka terus berpretensi jika alam semesta ini berjalan secara alamiah dan ilmiah. Padahal telah jelas bahwa temuan penelitian terbaru dan sangat sesuai dengan berita kitab suci, bahwa alam ini diciptakan dan pada saatnya nanti akan hancur berkeping-keping.
Tentang penciptaan alam, dewasa ini para ahli kosmologi dan ahli astronomi yang mengakui adanya campur tangan Tuhan, sebenarnya telah sangat percaya bahwa sekitar 12 milyar tahun yang lalu, jagad raya fisik ini meledak menjadi eksistensi dalam sebuah letusan yang mengagumkan. Kita mengenalnya secara populer sebagai “dentuman besar” atau Big Bang.
Menurut Baiquni, Big Bang atau “dentuman besar” ini pertama kali ditemukan para ahli fisika pada tahun 1929. Ketika itu Hubble melakukan pengamatan ke alam semesta menggunakan teropong bintang yang ia buat. Dalam pengamatannya itu ia melihat sebuah realitas yang mencengangkan, bahwa galaksi-galaksi yang ada di sekeliling kita, menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi, dimana yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita. Artinya ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak statis, tetapi dinamis atau terus bergerak.
Dari dinamisnya pergerakan alam semesta itu, para fisikawan berkesimpulan bahwa semua galaksi di jagad raya ini semula sebetulnya bersatu padu dengan galaksi Bimasakti yang kita huni ini. Materi itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang alam (langit). Kira-kira 12 milyar tahun yang lalu, karena adanya gaya gravitasi yang sangat kuat, materi itupun meremas diri yang kemudian terjadilah “dentuman besar” itu. Terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dari volume yang sangat kecil. Pertanyaannya, siapakah yang meledakkan materi itu? Sanggupkan para fisikawan menjawabnya? Tentu saja mereka tak mampu. Hanya Allah-lah yang mampu melakukan itu dan memberitahukannya kepada kita, sesuai firman-Nya dalam Surat al-Anbiya’ ayat 20:
“Dan tidakkah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dan bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya itu.”
Kemudian dentuman besar itupun menaburkan banyak materi. Menurut para fisikawan, kira-kira menaburkan sebanyak 100 milyar galaksi yang masing-masing berisi rata-rata 100 milyar bintang. Pertanyaannya kemudian, siapakah yang mampu melemparkan kira-kira 10.000 ribu milyar-milyar bintang yang masing-masing massanya (berat) sekitar massa matahari ke seluruh pelosok alam? Apakah para fisikawan sanggup menjawab pertanyaan itu? Tentu saja mereka lagi-lagi tidak akan sanggup menjawab, kecuali Allah sendirilah yang lagi-lagi memberitahukan kepada kita. Dalam al-Qur’an Surat ad-Dzariyat ayat 47 Allah berfirman:
“Dan langit (ruang alam) itu kami bangun dengan kekuatan dan Kamilah sesungguhnya yang meluaskannya.”
Dari uraian di atas telah jelas kita temukan bahwa di balik alam semesta yang luas ini ada tangan Tuhan yang mengkreasinya. Dialah yang telah mencipta, menggerakkan dan pada saatnya nanti menghancurkannya. Bukan alam yang bekerja sendiri, tetapi ada Tuhan dengan kekuasaannyalah yang mengkreasikannya. Dengan kata lain alam semesta ini adalah ayat-ayat Allah dalam wujud yang lain, berbeda dari ayat verbal dalam al-Qur’an.
Demikian pula dengan terjadinya gerhana rembulan kemarin malam. Sebuah gerhana yang dikenal dengan sebutan Super Blue Blood Moon, yang hanya bisa terjadi di siklus puluhan tahun bagi beberapa negeri seperti Indonesia ini, bahkan ratusan tahun bagi beberapa negeri lainnya. Terjadinya fenomena itu juga merupakan petunjuk tentang adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya di alam semesta ini.
Dalam Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah atas Juz ‘Amma yang disusun Tim YPM Salman ITB, menurut ilmu fisika terjadinya gerhana rembulan atau matahari seperti kemarin malam, menunjukkan posisi lurus dan membentuk sudut pandang yang sama di antara tiga benda: matahari, bumi dan rembulan. Jarak antara bumi dan matahari adalah 150 juta km, ditambah jarak bumi dan rembulan yang sejauh 384 ribu km, maka garis lurus antara tiga benda alam semesta itu sejumlah 150.384.000 km. Tentu saja posisi yang sangat indah dan kita nikmati bersama itu menunjukkan keteraturan alam semesta yang pasti ada yang mengaturnya. Apakah mampu ketiga benda itu membentuk barisan indah, lurus dan simetris, secara mandiri tanpa campur tangah Tuhan? Tentulah mereka hanyalah benda yang digerakkan atau diatur oleh Tuhan, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Rahman ayat 5, “Matahari dan bulan, kedua-keduanya dengan perhitungan.”
Terjadinya fenomena satu yang mempengaruhi fenomena lainnya di alam semesta ini, membuktikan pula bahwa alam semesta ini bergerak dengan sangat teratur. Alam semesta tidak bergerak ngawur sesuai keinginannya sendiri. Ia bergerak berdasarkan korelasi, aksi dan reaksi yang tidak saja membuktikan adanya Tuhan di balik alam semesta, tetapi lebih menegaskan lagi bahwa tak mungkin bisa dilakukan oleh Tuhan yang tidak tunggal. Kalau Tuhan tidak Esa atau tunggal, mana mungkin akan sanggup menciptakan korelasi, aksi dan reaksi di alam raya ini sebagai sebuah tatanan yang sangat unik. Demikian yang menjadi doktrin Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dalam karya Filsafat Tauhid: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman.
Pertanyaan paling akhir: mengapa adanya alam semesta dengan segala gerak-gerik keteraturannya, tidak bisa dipahami banyak orang untuk menemukan Tuhan di balik itu semua? Sehingga mereka tetap berkesimpulan bahwa alam semesta itu hidup oleh dirinya sendiri, bahkan ada yang mengatakan alam sendiri itulah Tuhan? Bukan memahaminya sebagai sekedar ayat-ayat Tuhan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan kesadaran diri tentang sudah digunakan atau tidak kecerdasan emosional, spiritual dan mata hati kita dalam melihat alam semesta sebagai ayat-ayat Allah. Sebab menurut M. Quraish Shihab dalam buku DIA di Mana-mana: Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena, bahwa untuk memperhatikan ayat-ayat Allah tersebut, seyogyanya kita tidak hanya menggunakan kecerdasan berpikir atau mata kepala semata, tetapi juga harus menggunakan segenap kecerdasan spiritual dan emosional atau mata hati manusia.
Hal itulah yang akan membedakan mana orang yang akan mampu bertemu dengan-Nya (Tuhan) dan mana yang tidak. Karena tanpa keterlibatan kecerdasan emosional dan spiritual, tanda-tanda pertemuan dengan Allah yang menguasai alam semesta, akan sulit terjangkau oleh siapapun. Betapapun cerdasnya dia. Persis seperti seseorang yang akan menikmati merdunya musik, hanya dengan membelalakkan matanya, tapi menutup rapat-rapat lubang telinganya. Hasilnya, ia hanya sanggup melihat para pemusik memainkan alat musiknya. Tapi tak mampu mencerap keindahan dan kesyahduan musik yang bisa menunjam batin para pendengarnya. Padahal inti pertunjukkan musik adalah suara indah yang didengar itu. Wallahu a’lam bi al-Shawab
Mojokerto, 01-02-2018
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar hanya dengan keseriusan hati dan fikiran Anda