A.
Pendahuluan
Pemahaman terhadap
sejarah merupakan pemahaman yang luas dan panjang. Hal tersebut dipengaruhi
oleh keberkaitan setiap peristiwa dalam sejarah. Setiap peristiwa terjadi akan
dapat diketahui data dan nilainya, berasal dari peristiwa apa yang terjadi
sebelumnya. Tanpa data peristiwa sebelumnya, sejarah akan terputus tidak
memperoleh benang merah. Yang artinya akan membuat sejarah tidak memperoleh
nilai di beberapa bagiannya.
Demikian pula dengan
Sejarah Peradaban Islam (selanjutnya disebut SPI), perlu juga dilakukan
pemahaman terhadap beberapa peristiwa atau fenomena atau data jauh sebelum
Islam hadir pertama kali di Arab. Seperti diketahui bersama bahwa pembawa
panji-panji Islam pertama kali adalah Rasul Muhammad Saw. Namun untuk memahami
SPI seyogyanya dimulai dari masa sebelum Islam turun atau sebelum Muhammad Saw
dilahirkan pada tahun 570 M.
Masa-masa tersebut pula
dapat memberikan informasi yang sangat penting dalam mempelajari SPI. Sebab
masa-masa sebelum Islam turun, di Arab sendiri sudah ada produk-produk budaya,
keunggulan-keunggulan, yang bahkan masih terbawa di era Muhammad Saw berdakwah.
Yang dikenal atau disebut sebagai kebiasaan (sunnah) bangsa Arab.
Mengapa perlu
mempelajari Arab pra Islam? Maka jawabannya tertuju pada kepentingan demi tidak
terputusnya benang merah antara sebelum Islam turun dan saat Islam turun di
Arab. Apalagi dalam al-Qur’an sendiri kisah Arab pra Islam juga beberapa
tercantum pada beberapa ayat.
Tentu saja akan
terjadi pertemuan dengan data-data baru yang kadang mengagetkan. Sebab selama
ini data sejarah yang sudah diajarkan sering seadanya, kurang lengkap dan
terbatas. Bahkan kadang terkesan menutupi beberapa data yang sebenarnya.
Padahal sejarah haruslah berdasar data dan informasi yang valid, riil dan apa
adanya.
B.
Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah.
Mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid dalam sub ras Mediteranean
yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia,
Arabia dan Irania. Bangsa Arab dulu dikenal pula sebagai cara hidup
berpindah-pindah (nomaden). Perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya
berdasarkan tumbuh tidaknya padang rumput. Mereka dikenal sebagai Badawi atau
Badawah atau Badui.[i]
Bangsa Arab berasal dari ras Samiyah dan terbagi kepada
dua suku. Pertama, suku Arab al-Baidah , yaitu bangsa Arab yang sudah
punah seperti kaum ‘Ad dan Tsamud. Kedua, suku Arab al-Baqiyah, yaitu
bangsa Arab yang masih hidup sampai sekarang, terdiri dari keturunan Qahthan
dan Adnan.[ii]
Kisah tentang kaum ‘Ad dan Tsamud yang sudah punah diabadikan pula dalam
al-Qur’an.
Allah mengutus Nabi Hud kepada kaum ‘Ad tetapi mereka
mendustakan-Nya maka Allah menyiksa mereka dengan meniupkan angin selama tujuh malam delapan
hari secara terus menerus. Mereka mati bergelimpangan karena kedinginan
kelaparan dan ditimpa berbagai penyakit sehingga mereka punah dan tidak ada
yang tersisa.[iii]
Seperti termaktub dalam firman Allah Surat al-Haqqah ayat 7:
$ydt¤y
öNÍkön=tã
yìö7y
5A$us9
spuÏY»yJrOur
BQ$r&
$YBqÝ¡ãm
utIsù
tPöqs)ø9$#
$pkÏù
4Ótç÷|À
öNåk¨Xr(x.
ã$yfôãr&
@@øwU
7ptÍr%s{
Yang
Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus menerus; Maka kamu Lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
Adapun bangsa Arab yang masih hidup yakni Qahtan dan
Adnan, menyebar ke beberap daerah. Qahtan semula berdiam di Yaman. Namun
setelah hancurnya bendungan Ma’rib[iv]
sekitar tahun 120 SM, mereka bermigrasi ke utara dan mendirikan kerajaan Hirah
dan Gassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Ismail bin Ibrahim, yang banyak
mendiami Arabia dan Hijjaz.[v] Muhammad
Saw termasuk dalam suku bangsa Adnan.
Keturunan Adnan, mereka disebut juga Arab Musta’ribah
artinya percampuran antara darah Arab asli yang mendiami Makkah dengan darah
pendatang, yaitu Nabi Isma’il AS. Salah satu anaknya adalah Adnan yang menurunkan
keturunan Quraisy, kemudian keturunan Abd al-Muthalib, kakek Nabi Muhammad
s.a.w. yang lebih dikenal dengan keturunan bani Hasyim. Itulah sebabnya
silsilah Nabi Muhammad s.a.w. dapat ditelusuri sampai ke atas terus kepada Nabi
Isma’il AS.[vi]
Bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan, di
antaranya Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar. Semua kerajaan itu ada di
Yaman. Di utara atau wilayah berdiri kerajaan Hirah dan Gassan. Hijaz sendiri
yang terdapat tempat bernama Mekkah, merupakan daerah yang merdeka sejak awal,
disebabkan miskin dan tandus. Namun dengan adanya Mekkah dan sumur Zam-zam,
daerah tersebut menjadi primadona. Di Hijaz juga ada daerah bernama Yatsrib
(Madinah).[vii]
C.
Agama dan Keyakinan Orang Arab
Ada tiga agama atau keyakinan yang dipeluk bangsa
Arab pra Islam, antara lain Yahudi, Kristen dan paganisme. Yahudi terbanyak
dipeluk penduduk Yaman dan Yatsrib (Madinah). Kristen lebih banyak dipeluk oleh
penduduk Syam (Suriah), Hirah dan Habasyah.[viii]
Adapun paganisme terbanyak dianut para penduduk Makkah.
Terjadi sebuah kenyataan yang menarik, seperti
dinyatakan Muhammad Husain Haikal, walaupun ada tiga keyakinan di Arab, namun
yang paling disukai dan dipertahankan adalah keyakinan paganisme. Hal itu
terjadi disebabkan terjadinya konflik di antara dua agama samawi, Yahudi dan
Kristen tersebut.[ix]
Konflik internal dan eksternal membuat sebagian besar orang Arab lebih meyakini
kekuasaan para dewa yang mereka anut.
Seperti yang terjadi dalam kepercayaan Yahudi.
Menurut keyakinan orang Yahudi bahwa Isa AS adalah orang Yahudi yang murtad.
Keyakinan ini menjadikan mereka mencoba menghadapi arus menyebarnya Kristen,
khususnya dari tanah Palestina yang telah mengusir mereka. Hal itulah yang
dikatakan sebagai konflik.
Di Kristen terjadi konflik antar mereka sendiri.
Wujudnya persaingan antar Kristen, seperti terjadi antara orang Kristen di Syam
dengan orang Kristen di Hirah atau Habasyah. Persaingan tersebut disebabkan
adanya perbedaan beberapa ajaran. Oleh orang Arab penganut paganisme, mereka
tetap menghormati konflik sesama Kristen tersebut. Namun ada sikap yang jelas
dan menambah lagi keyakinan untuk mempertahankan paganisme sebagai keyakinan
yang dipeluk para leluhur mereka.[x]
Pada akhirnya paganismelah merupakan keyakinan yang
terkuat sebelum Islam datang di tanah Arab. Mereka semakin kuat, khususnya dalam
melakukan ritual di sekitar Kakbah. Kakbah dan secara umum Makkah, dijadikan
sentra tempat yang dihormati dan disucikan. Terutama dilakukan oleh penduduk
suku Quraisy yang sangat disegani.
Catatan menarik dituliskan Zuhairi Misrawi dalam
bukunya “Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim”, tentang paganisme
Arab. Di buku tersebut disebutkan ada 4 berhala utama yang disembah orang-orang
Arab dulu. Pertama, al-Lat atau Lattah yang artinya tuhan perempuan.
Berada di dekat Thaif yang dijadikan tempat melaksakan haji dan penyembelihan
kurban. Ada beberapa larangan dalam menyembelih kurban di tempat berhala al-Lat
tersebut: larangan menebang pohon, memburu binatang dan menumpahkan darah.
Kedua, al-‘Uzza yang artinya yang
paling agung. Berada di Nakhlah sebelah timur Makkah. Sebuah berhala yang
paling diagung-agungkan orang-orang Quraisy. Ketiga, Manat yang artinya
pembagian nasib. Dewa yang kekuasaannya menentukan dan menguasai nasib.
Beberapa sejarawan menyatakan bahwa sebelum Nabi Saw hijrah, berhala ini
dijadikan rujukan oleh bangsa Arab. Dan keempat, Hubal, dewa tertinggi
di Ka’bah. Dewa ini berbentuk manusia yang di sampingnya disediakan busur anak
panah yang digunakan untuk mengundi nasib orang-orang Arab yang beritual di
tempat itu.[xi]
D.
Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik Arab
Dapat dikatakan bahwa gambaran tentang kondisi
sosial dan politik orang Arab berada pada suku Quraisy di Makkah. Mereka suku
yang sangat dihormati. Terutama yang bagi para pemuka suku yang memiliki
kekuasaan terhadap bidang-bidang tertentu. Terutama ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, khususnya perdagangan, orang
Arab Makkah, khususnya Quraisy dikenal sebagai pedagang ulung. Mereka berhasil
membuat perdagangan sebagai sumber utama finansial. Diakibatkan tanah di Makkah
yang tandus, sehingga tidak ada pertanian yang dilakukan para penduduk. Namun
kondisi tersebut tidak menjadikan Makkah sepi dari para pelancong.
Disebabkan adanya Kakbah yang disucikan dan sumur
Zam-zam yang juga disakralkan, Makkah tetaplah primadona bagi orang Arab.
Makkah menjadi pusat perdagangan barang-barang yang diperoleh dari luar Makkah.
Terutama orang-orang Quraisy, mereka sangat terbiasa melakukan rihlah
atau perjalanan ke luar Makkah. Seperti terabadikan dalam firman Allah dalam
Surat Quraisy ayat 1-2:
É#»n=\}
C·÷tè%
ÇÊÈ öNÎgÏÿ»s9¾Î)
s's#ômÍ
Ïä!$tGÏe±9$#
É#ø¢Á9$#ur
ÇËÈ
Karena
kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim
dingin dan musim panas.
Dalam rihlah tersebut banyak sekali input
yang diperoleh orang-orang suku Quraisy. Input paling utama terjadinya
interaksi antara mereka dengan banyak orang di Syam, Yaman, Bahrain dan belahan
daerah Arab lainnya. Dalam studi ulumul qur’an interaksi tersebut banyak
pula yang menghasilkan kisah-kisah israiliyat yang berasal dari
orang-orang Yahudi.[xii]
Mereka banyak memberikan cerita-cerita yang tidak berdasar kepada orang-orang
Quraisy yang kemudian diadopsi dan diyakini kebenarannya.
Dalam perdagangan rihlah tersebut membuat
sebagian mereka menjadi pedagang yang sukses. Hal tersebut menunjukkan tentang
etos kerja mereka yang sangat luar biasa. Zamakhsyari, seorang pakar tafsir,
mengatakan bahwa kata Quraisy itu berasal dari al-kasb yang maknanya
usaha.
Zuhairi Misrawi mencatat diantara orang-orang
Quraisy yang ulung dalam perdagangan adalah Abdullah bin Abd. Muthollib, ayah
Nabi Muhammad Saw. Abdullah dikenal sebagai pedagang Quraisy yang sering
melakukan rihlah perdagangan ke luar Makkah. Bahkan kematiannya terjadi di
tengah perjalanan melakukan perdagagan tersebut.[xiii]
Khadijah binti Khuwailid, yang nantinya menjadi
istri Nabi Saw juga seorang pedagang yang sukses. Disamping Khadijah ada pula
perempuan lain yang ditugaskan para pembesar suku Quraisy menerima tamu
delegasi pedagang yang berasal dari luar Makkah. Mereka antara lain, Asma’ dan
Hindun. Mereka bertiga dapat diistilahkan menjadi seorang pelobi ulung di
bidang perdagangan.
Di Makkah memang sejak dulu sudah banyak pasar yang
berdiri. Salah satunya Ukadz yang terletak di tengah Makkah dan Thaif. Pasar
ini ramai saat musim haji, dimana para pengunjungnya biasanya pula ingin
mendengar puisi atau syair indah yang dibacakan orang-orang Quraisy. Juga ada
pasar lainnya semacam Dzul Majaz dan al-Majinnah yang juga selalu ramai. Para
sejarawan banyak yang mengatakan bahwa disamping melakukan perdagangan, para
pengunjung Makkah juga melaksanakan haji.[xiv]
Menurut
beberapa sejarawan majunya pergangan di Makkah pada awalnya disponsori oleh
Hasyim. Ia yang awalnya melakukan perjanjian dengan orang-orang Suriah dan
Gaza. Bahkan ia pula yang berhasil melakukan perjanjian perdagangan dengan
orang-orang Persia, Yaman dan Habsyah.
Adapun dalam bidang sosial dan politik, penguasaan
akan Makkah sudah lama dibuatkan peraturan. Pada awalnya dikuasai oleh suku
Amaliqah, kemudian suku Jurhum. Suku tersebut kemudian melakukan perkawinan
dengan keturuan Ismail AS. Kemudian berganti dikuasai suku Khuzaah pada tahun
207 SM dan akhirnya pada tahun 440 M, kekuasaan Makkah berganti ke pundak suku
Quraisy yang dipimpin oleh Qusay. Kemudian mati dan digantikan oleh Abdud Dar. [xv]
Ketika terjadi
kematian Abdud Dar terjadilah perselisihan di antara mereka. Para cucu Abdud Dar akhirnya menyelesaikan
perselisihan tersebut dengan cara membagi kekuasaan yakni pengaturan pajak dan
air diserahkan kepada Abdus Syam. Adapun penjagaan Kakbah diserahkan kepada
cucu-cucu Abdud Dar.
Kemudian Abdu
Syam menyerahkan wewenang pengaturan pajak dan air di Makkah diserahkan kepada
saudaranya yang bernama Hasyim. Akhirnya kekuasaan tersebut diserahkan kepada
anaknya Hasyim yang bernama Abdul Mutholib, kakek Nabi Saw. Beliau dikenal
sebagai orang yang sangat bijaksana. Tampuk wewenang itu dijalankan dengan
sangat baik.[xvi]
E.
Kebudayaan Bangsa Arab: Benarkah Jahiliyah?
Selama ini kepercayaan atau informasi sejarah yang
kita terima tentang jahiliyah bahwa bangsa Arab dulu dikenal bodoh,
culas dan kejam. Apakah memang benar seperti itu adanya? Jika informasi
tersebut berdasarkan beberapa kebiasaan orang Arab jahiliyah seperti
mandi arak, membunuh anak perempuan, menyembah berhala atau dewa, perlu
dipertegas bahwa data tersebut sekelumit belaka.
Banyak sekali data sejarah lainnya yang menunjukkan
jika jahiliyah yang dimaksud bukan seperti disebutkan paragraf di atas. Sebab
dalam catatan sejarah banyak sekali sisi lain dari bangsa Arab sebelum Islam datang
yang menunjukkan tentang prestasi-prestasinya. Terutama dalam penguasaan
sastra.
Bangsa Arab saat itu, khususnya yang ada di Makkah
sangat memuliakan para penyair. Merekalah yang dijunjung tinggi dengan
keindahan bait syair yang dibuat dan dibacakannya. Bahkan beberapa syair di
masa jahiliyah sampai sekarang masih dipelajari di perguruan tinggi
Islam seperti al-Azhar Mesir. Pada kampus tertua di dunia itulah karya orang jahiliyah
yang bernama Antarah bin Syaddad dipelajari dengan sangat mendalam.
Karya-karya sastra yang terkenal tersebut antara
lain: al-Mua’laqat, al-Mufadhdhalat, Diwan al-Hamasah karya Abu Tamam
dan Bahtari, al-Aghani, Mukhtarat karya Ibnu al-Syajari dan karya
lainnya oleh Abu Zayd al-Qurshy.[xvii]
Karya-karya tersebut mempunyai keindahan makna bagi penduduk Arab saat itu. Biasanya
karya-karya sastra tersebut digantung di dinding Kakbah. Para pengunjung Kakbah
banyak pula yang membaca syair-syair tersebut.
Hal itulah yang menjadi kenyataan mengapa al-Qur’an
diturunkan di Arab dan mempunyai keindahan sastra yang tanpa tanding. Seandainya
al-Qur’an diturunkan dengan bahasa yang biasa-biasa saja tentu orang Arab tidak
akan menyukainya. Atau boleh jadi Nabi Muhammad Saw akan dihina membawa agama
yang tidak mampu menyapai keindahan sastranya dengan karya mereka.
Salah satu khazanah sastra lainnya adalah kisah Luqman
al-Hakim yang juga diabadikan dalam al-Qur’an di surat yang ke-31. Disinyalir sebenarnya
kisah Luqkman al-Hakim sejak lama sudah ada di kalangan Arab jahiliyah. Kisah
tersebut dikenal dengan Majalah Luqman yang pernah dibaca Rasulullah Saw saat
itu.[xviii]
F.
Kesimpulan
Dari uraian sejarah Arab pra Islam di atas dapat
ditarik kesimpulan:
1.
Arab pra Islam merupakan peristiwa sejarah yang
perlu dipelajari.
2.
Arab pra Islam merupakan sejarah yang sangat
kompleks dan panjang.
3.
Ada banyak data tentang segi positif dari Arab pra
Islam.
4.
Terdapat benang merah antara Arab pra Islam dan Arab
ketika Islam datang.
[i] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), 5.
[ii]
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam (Riau: Yayasan Pusaka Riau,
2013), 10.
[iii] Ibid
[iv]
Ma’rib merupakan bendungan besar kuno yang dibangun bangsa kaum Saba’ di Yaman.
Melalui bendungan ini kaum Saba’ dikenal akan kemajuan peradabannya. Adanya
bendungan yang terletak di kota Ma’rib ini, berpengaruh besar terhadap
pertanian dan perkebunan penduduk. Lahan subur membuat para penduduk terjamin
ekonominya. Mereka hidup makmur, semua disebabkan bendungan yang meluberkan air
melimpah tersebut, lihat http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam.
Namun sebab banyak terjadinya peperangan dan pertikaian antar mereka sendiri,
membuat orang-orang yang bertugas mengawasi bendungan Ma’rib menjadi lengah.
Terjadinya banjir besar dan kelengahan tidak mengawasi bendungan, membuat
bendungan Ma’rib hancur. Menimbulkan pula ketakutan akan kekeringan, menjadikan
beberapa kabilah di Yaman berpindah ke utara di daerah Hijaz. Muhammad Husain
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad: Biografi Rasulullah yang Legendaris dan
Terpercaya (Pustaka Akhlak, 2015), 72.
[v] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan..., 6.
[vi]
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban..., 11.
[vii] Ibid
[viii]
Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup..., 77-78.
[ix] Ibid
[x] Ibid
[xi] Zuhairi
Misrawi, Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim (Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2009), 103-104.
[xii]
Salah satu kisah israiliyat yang terkenal tentang kabar bahwa yang disembelih
Ibrahim AS bukanlah Ismail AS, melainkan Ishak AS. Padahal sudah menjadi
kejelasan bahwa Ismaillah yang disembelih oleh ayahnya, Ibrahim AS. Lihat Anshori, Ulumul Qur’an:
Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. (Depok:
Rajagrafindo Persada, 2013), 238.
[xiii] Ibid,
109.
[xiv] Ibid,
110.
[xv] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan..., 8.
[xvi] Ibid
[xvii]
Zuhairi Misrawi, Mekkah..., 117.
[xviii]
Ibid, 118.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar hanya dengan keseriusan hati dan fikiran Anda