Langsung ke konten utama

Orang Sakti


Si Bongkok, Wira Sableng, Si Buta Dari Gua Hantu, Jaka Sembung, Samson, serta pendekar kesohor lainnya, adalah kumpulan orang sakti yang punya kemampuan kanuragan yang luar biasa. Mereka lahir dari rahim kebudayaan Nusantara. Produk asli perfilman di Nusantara yang pernah populer di era 80 dan 90-an.

Sayangnya sekarang kharisma mereka agak memudar. Semua terjadi akibat invasi besar-besaran para pendekar impor semacam Sein Seiya, Doraemon, Son Go Ku, Power Rangers, serta yang selalu menancap di otak anak-anak kita, Naruto. Bahkan yang terakhir ini, sekuel film-nya begitu panjang. Sehingga berakibat nyata pada daya lengket film tersebut di otak anak-anak kita. Salah satu yang paling sederhana: ingat silat, ingatlah Naruto, ingat pendekar, ingatlah pula pada Naruto.

Invasi berupa tayangan ini jangan dianggap persoalan sepele. Kehilangan figur orang sakti produk asli dalam negeri boleh jadi akan menjauhkan anak-anak kita dari segudang cerita heroik mereka yang banyak dikisahkan kakek nenek dan buyut kita. Biasanya mereka terlahir dari cerita lokal.

Seperti pernah diceritakan guru saya puluhan tahun yang lalu. Ada seorang kyai yang punya karomah luar biasa. Pada zaman penjajajahan Jepang, kiyai ini tidak banyak dikenal orang. Terutama pada kealiman dan kesaktiannya. Ia berhasil menutupi identitasnya dengan cara ikut serawung di masyarakat menjadi orang biasa-biasa saja dan berprofesi sebagai pedagang es keliling.

Suatu ketika karomah dan kesaktian kiyai ini akhirnya terendus publik. Bahkan terendus pula di kalangan tentara Jepang. Rahasia bocor, gosip tersebut membuat para tentara Jepang bertanya-tanya. Benarkah ada orang sakti di negeri yang dijadikan medan rampokan ini. Setahu mereka, orang sakti hanya ada di negeri mereka. Para Samurai, Shogun, dan Ninja, itulah yang mereka maksud (ini tambahan saja).

Para tentara Jepang itu akhirnya berusaha mencari kyai tersebut. Agaknya mereka agak ketakutan, bahwa boleh jadi orang sakti ini bisa menghalangi kelancaran pembohongan kepada para pribumi. Mereka takut jika para orang sakti akan melakukan perlawanan. Sampai kemudian ditemukan juga sosok kiyai ini.

Namun semua sia-sia belaka. Tentara Jepang sudah berusaha menguji kemampuan kiyai tersebut, tetapi beliau tidak menunjukkan diri. Beberapa kali diuji dengan berbagai cara, nyatanya sang kiyai tetap berlagak seperti orang biasa-biasa saja. Beliau menutup-nutupi karomah kesaktiannya. Membuat anggapan para tentara Jepang berubah. Mereka berkeyakinan bahwa gosip di kalangan orang-orang pribumi semata gosip murahan.

Nah, suatu ketika ada beberapa pesawat Jepang yang melintas dan membombardir beberapa area. Situasi kalut, banyak orang yang berlarian. Mereka mengungsi ke tempat-tempat yang aman. Kayaknya tentara Jepang merasa jika tindakannya tidak akan ada yang mengganggu.

Tiba-tiba ada satu pilot pesawat tempur Jepang yang merasa aneh. Saat mengudara, ia mendengar ada yang mengetuk-ngetuk kaca kokpit. Iapun menoleh ke arah ketukan itu. Iapun kaget luar biasa. Sebab tanpa dinyana di pinggir pesawat itu ada sosok kiyai yang selama ini sudah tidak mereka percayai kesaktiannya. Ternyata kiyai tersebut bisa terbang di udara bersama gerobak es-nya. Bahkan menggoda pilot Jepang itu sambil menyapa, “Es es. Es pak.” Kontan merekapun kaget dan kembali turun ke markas. Sayangnya cerita dari guru saya terpenggal di bagian ini.

Ada kisah yang lain yang aku dengar dari mendiang nenek. Nenek bercerita jika dulu pada saat Belanda menjajah sering terjadi bom jatuh di area perkampungan warga. Jatuhnya bom tentu saja tanpa diprediksi warga pribumi. Sering bom jatuh dan mengenai rumah atau sekumpulan orang sehingga menewaskan mereka dengan kondisi mengenaskan.

Kata nenek, si embah buyut dulu punya cara dalam menanggulangi bom yang jatuh tiba-tiba. Salah satunya beliau membuat gua buatan. Yang mana gua (liang) tersebut dibuat sebagai tempat perlindungan dari ledakan mortir yang bisa terjadi kapan saja.

Kata nenek, saat mortir meluncur biasanya dibarengi dengan deru suara yang khas. Orang-orang saat itu sudah hapal sehingga jika itu terjadi, mereka berlarian mencari tempat persembunyian. Salah satunya masuk liang yang sudah dikeduk sebelumnya.

Nah, satu yang tidak masuk akal tapi menurut nenek nyata terjadi. Di tiap liang yang sudah dibuat dengan kedalaman tiga meter, pasti ditutupi dengan tikar atau daun-daun lebar. Dan paling atas akan ditutupi dengan pasir. Menurut nenek, pasir yang dipakai menutup liang tersebut sudah diberi doa-doa tertentu oleh si embah buyut.

Luar biasa, ternyata pasir yang sudah termantrai itu beberapa kali mampu membuat mortir jatuh tapi tidak meledak. Dalam bahasa orang kampung disebut bosong. Sepertinya bahasa bosong ini dipakai pula anak-anak sekarang jika membakar petasan tapi tidak meletus, mereka menyebutnya sebagai bosong.

Sayangnya aku tidak diberitahu oleh nenek tentang doa atau mantra apa yang di-rapal-kan si embah buyut saat itu. Seandainya itu diberitahukan kemudian aku praktekkan, boleh jadi akan aku tularkan pula kepada para pasukan gegana POLRI atau TNI. Supaya saat menjinakkan bom benar-benar berhasil. Atau minimal aku bisa bermain film sebagai anggota pasukan penjinak bom. Menyaingi Shah Rukh Khan saat berperan sebagai Samar Anand beradu akting dengan si cantik Katrina Kaif dalam film Jab Tak Hai Jaan yang rilis tahun 2012.

Sekali lagi banyak cerita tutur (folklor) yang berhamburan di ingatan para orang sepuh kita. Jika kita mampu menyelaminya, membuat kita kaya akan hikmah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapaknya Satpam, Anaknya Doktor: Refleksi Hari Pendidikan Nasional

Kemarin malam (02/05/2018) talkshow Hitam Putih yang ditayangkan Trans7, mengundang beberapa bintang tamu. Di edisi spesial Hari Pendidikan Nasional tersebut, tontonan insipratif yang digawangi Deddy Corbuzier dan dikerneti Okky Lukman itu mendatangkan satu keluarga dari Yogyakarta. Keluarga tersebut sangatlah luarbiasa. Kisahnya sangat inspiratif, terutama bagi keluarga-keluarga lainnya, dalam hal betapa besar pengorbanan orangtua terhadap pendidikan anak. Ayah, yang bernama Teguh Tuparman, profesinya hanya sebagai satpam. Ibu, namanya Sri, berjualan di warung kecil miliknya. Bisa dibayangkan bahwa profesi keduanya itu pasti menggambarkan betapa keluarga tersebut sangatlah sederhana. Keluarga yang sangat minim ekonomi. Atau, keluarga yang pas-pasan. Namun kondisi ekonomi yang pas-pasan itu, tidak menutup semangat keduanya untuk mengkuliahkan ke-empat anaknya. Paling luarbiasa mampu menanggung biaya kuliah S3 putri tertuanya, bernama Retnaningtyas Susanti. Di acara yang selalu ...

Kejujuran Tak Butuh Dipertahankan Mati-matian

Jamak di masyarakat kita bahwa yang namanya pernyataan itu butuh bukti yang menguatkan. Bukti diajukan agar pernyataan yang dikeluarkannya tidak dianggap bualan belaka. Apalagi yang ada hubungannya dengan berita atau informasi. Orang kalau ingin informasi yang disampaikannya dipercaya orang lain, maka salah satu unsur utamanya adalah adanya bukti. Semakin bukti itu masuk akal, semakin dipercayailah informasi tersebut. Kita pasti pernah mengalami dua hal. Pertama, kita dimintai bukti oleh orang lain atas ucapan kita. Dan kedua, kita juga pernah meminta bukti dari orang lain atas ucapannya. Oleh karena itu bukti dan ucapan atau informasi ibarat pasangan suami istri yang tidak boleh diceraikan. Sebab kalau suatu saat diceraikan, maka si pengucap pernyataan tanpa adanya bukti bisa dicap “gedabrus” oleh orang lain. Orang kampung sangatlah menjauhi pangkat “gedabrus” menempel di pundaknya. Memang dari cara pengucapannya, kata “gedabrus” itu terkesan lucu. Kata yang sama sekali tidak t...

Orkes Moralitas

Kita pasti masih teringat pada seorang politisi yang menyorong kata-kata “bangsat” kepada organ-organ yang ada di sebuah institusi pemerintahan, di beberapa bulan yang lalu. Kita juga pasti belum alpa pada seorang tokoh nasional yang mendaku diri dan golongannya sebagai anggota partai Allah dan yang tidak sama dengannya dipelakati sebagai anggota partai setan. Masih menancap pula di memori kita, tentang makian dan cacian dari banyak orang yang ditujukan pada sosok Gus Dur (1940-2009) dengan banyak kata: picek , buta mata hati, liberal, antek Yahudi, dll. Sampai kematiannya di tahun ke 9 pun, ironisnya, sosok kosmopolit ini terus saja mendapat umpatan dan hinaan dari beberapa pihak. Masih terkenang pula perlakuan pada sosok Gus Mus, seorang kiai-budayawan, yang disepelekan seorang anak muda dengan kata: ndasmu . Untungnya kasus ini sudah ditutup, dan yang menutup adalah Gus Mus sendiri. Dengan kearifannya, Gus Mus memaafkan ulah orang yang menghinanya itu. Belum lama ini, ...