Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Maulud Nabi

Minimal munculkanlah rasa suka cita atas kelahiran Muhammad Saw di dunia ini, biarpun satu noktah. Sekalipun tak memperingatinya dengan peringatan besar-besaran. Mungkin hanya itu yang memang anda bisa lakukan, untuk seorang yang belum ada padanannya di dunia ini. Bahkan tak akan ada lagi yang seperti itu. Atau kalau punya harta yang lebihnya banyak, bolehlah memperingatinya dengan konsep yang lebih besar. Konsep yang meriah dan meaningfull (penuh makna). Misalkan mengundang warga, kemudian dibacakan Maulid Nabi, kemudian mereka kita beri makan. Memperingati kelahiran sang kekasih Allah dengan cara memberikan kebahagiaan kepada orang lain bisa jadi akan mengena. Tepat seperti sosok beliau yang meaningfull pula. Peringatan tanpa memberikan makna terutama kepada kita sendiri, saya kira akan muspra belaka. Oleh karenanya salah satu semangat memperingati Muhammad Saw adalah menghidupkan nilai-nilai penting kehidupannya. Kehidupan yang sangat sempurna. Seimbang antara kepentingan di

Ramanujan dan Pengetahuan dari Tuhan

Kemarin malam saya begadang. Memulainya ketika anak sulung saya baru tertidur pulas. Anak saya yang ragil sudah lebih dulu tidur setengah jam lebih awal. Istriku, juga tertidur mendampingi anak saya yang ragil. Saya sendiri baru bisa memejamkan mata sekira pukul 02.30 dini hari. Setelah usainya aktifitas begadang saya. Saya begadang ditemani laptop kesayangan. Tapi kemarin malam tidak ada tulisan yang saya susun. Saya sengaja untuk tidak menulis. Lebih khusus, saya memang ingin meluangkan waktu untuk menonton film yang sudah beberapa minggu saya koleksi tapi belum sempat diputar. Hampir semua koleksi film di hardisk laptop saya tergolong film serius, yang basicnya kisah nyata. Saya menggolongkannya sebagai film serius karena tidak ada eksien tembak menembak atau bela diri. Tidak ada pula animasi. Sangat sedikir komedi. Film yang basisnya true story memang tergolong serius, alurnya berurutan, lambat, dan terkadang ampang bagi sebagian orang. Sayapun tidak heran kalau

Mengikuti Mazhab Istri

Istri mengikuti arahan suami adalah hal lumrah karena ia sebagai tuntunan agama. Terutama arahan-arahan yang bernilai positif dan tidak melanggar norma agama. Oleh karenanya jika sebaliknya si suami mengarahkan si istri di jalan yang melanggar norma, ajaran agama membolehkan istri tersebut menolak ajakan suaminya. Praktik di ranah faktual, ajaran ini menjadi budaya di banyak keluarga, apalagi keluarga muslim yang memang memegang doktrin tentang ketaatan istri pada suami tersebut. Akan banyak hal baru yang dapat kita sadari dan anggap normal manakala kita selidiki perilaku kerumahtanggaan kita. Konkretnya, ternyata disamping istri manut pada suami, terjadi pula suami harus manut pada istri. Apakah ada dalil agama di kenyataan bagian kedua itu? Silakan dicari sendiri saja ya. Kalau sudah nemu tolong saya juga diberi tahu. Kenyataan sosiologis suami nurut pada istri saya rasa banyak pula terjadi. Dan hal ini sah-sah saja. Tidak ada yang salah. Toh memang sebuah kebenaran tidak h

Mencari Penolong Indonesia

Pembelahan semakin kelihatan menganga. Anak-anak muda yang gaweannya membuka-buka gawainya, mereka sudah terbelah. Dalam pembelahan yang saling dibenturkan. Mereka saling berhadap-hadapan. Epistemologi mereka benar-benar menjadi berbeda. Hanya dua yang ia jadikan sandaran berpikir. Kalau tidak epistemologi penguasa yang terus ingin jadi penguasa, pasti satunya lagi epistemologi anti penguasa yang sebenarnya sangat mencita-citakan ingin segera jadi pengusa. Dalam urusan epistemologi saja mereka berbeda. Padahal epistemologi kita itu Indonesia. Ontologi kita juga Indonesia. Apatah lagi aksiologi kita, bahkan yang terakhir ini semuanya untuk Indonesia. Apakah kamu itu kerdil, jangkung, kulit putih, setengah hitam, pakai bahasa Banjar atau bahasa Bugis, pedagang, politisi atau tukang jual kerupuk, kalau kamu hidupnya di tanah Indonesia, ya aksiologi kita untuk kalian. Kita ini kalian, kalian adalah kita. Tapi heran, aku yang heran, mana Indonesia kita. Mana nusantara kita. Se

Sapere Aude

Zaman berubah sangat drastis. Perubahan yang terlihat bukan pada kematangan berpikir, tetapi pada semakin membengkaknya tubuh disebabkan perut terisi bertumpuk-tumpuk makanan; informasi. Diandaikan sebagai sebuah ceruk, maka zaman ini terlihat super mongkok dan akan meledak. Ibarat lever yang bengkak dan mengeras. Kata medis, menunjukkan sirosis menempel di lever kita dan usia tak lebih 6 bulan berjalan. Karena gemuk dan obesitas, maka zaman ini sulit berjalan. Kaki-kaki pegal menahan tubuh yang terus menggelembung. Sementara jantung sangat sulit berdetak. Sesak napas karena lemak menutupi jantung dan paru. Kadar gula terus bertambah. Entah kapan zaman yang kaya informasi tapi miskin nalar ini akan menemui malaikat izrailnya. Saya tidak kepingin zaman ini mati secepatnya. Kasihan anak-anak saya. Kasihan juga dengan ponakan-ponakan saya. Mereka masih kecil. Belum tau enaknya bermain facebook. Belum pernah merasakah bahagianya diri ketika foto narsis di instagram dikagumi banya