Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

ANUGERAH KEAWAMAN BAGI ORANG NDESA

Sumber foto: Dok. eLSoRYA “Mas, yang namanya Gus Durian tadi itu yang sebelah mana?” Tanya seorang teman yang mengikuti halal bihalal tiga hari silam. “Mereka, ya yang ada di dalam itu,” saya menjawab sambil menunjuk letak mereka duduk dan berdiri. “Dia itu orang mana sih Mas?” Tanya teman satunya lagi yang duduk di sampingnya. “Rumah mereka ya di mana-mana. Ada yang di kota sono, di desa situ dan ada juga di kampung sana.” Jawab saya sekenanya, karena saya tidak begitu nyantol dengan substansi pertanyaan dua teman itu tadi. Baru nyantol ketika salah satu dari mereka lebih spesifik menyampaikan penjelasan. “Itu lo yang sampeyan omongkan pas sambutan tadi. Katanya ada juga di sini Gus Durian. Kan kalau saya tahu orangnya, bisa saya ajak ngobrol. Kalau beliau punya pesantren, kan bisa saja anak saya, saya pondokkan ke Gus Durian tersebut. Saya juga pingin tahu beliau itu putranya kiai siapa.” “Oh, iya ya. Maafkan saya. Saya belum sempat menjelaskan ke sampeyan

Manusia-manusia Puasa

Mereka sangat pantas disebut manusia-manusia puasa.  Pasalnya mereka terus saja berpuasa. Padahal bulan Ramadhan yang di dalamnya diwajibkan berpuasa sudah beberapa minggu ini berlalu. Mereka tak henti-henti puasa. Setelah Ramadhan usai, umat memasuki babak kehidupan yang baru. Sejak Idul Fitri dan seterusnya, maka rutinitas puasa akan umat tinggalkan. Kecuali orang-orang yang punya hobi puasa sunnah Senin-Kamis, puasa Daud, atau puasa-puasa lainnya. Umat berganti dengan rutinitas yang selama ini mereka jalani. Bahkan, banyak pula yang menganggap setelah Ramadhan usai, saatnya lagi mengegas semangat makan, minum, ngerokok, dan lain-lainnya. Tidak sedikit pula yang kembali ke habitat aslinya. Yang biasa menyewa PSK, berjudi, sabung ayam dan minum-minuman keras, mereka kembali ke “selera asal”. Sebelum Ramadhan tidak shalat, pun ketika usai bulan suci itu, ia kembali lagi tidak melakukan shalat. Lain, mereka, para manusia-manusia puasa itu tetap berpuasa sekalipun Ramadhan telah p

Pemilu itu Pengorbanan Rakyat

Kata banyak orang pintar yang sering kita dengar, pemilu adalah pesta demokrasi bagi rakyat. Benarkah definisi itu? Kalau benar, pestanya seperti apa? Berapa malamkah pesta itu dilaksanakan? Apakah rakyat puas dengan pesta itu? Saya mempersoalkan pengertian yang seperti itu. Makanya muncul banyak pertanyaan saya di atas – sekalipun pertanyaan asal-asalan. Karena menurut pemahaman saya, melihat sebelum dan sesudah pemilu, justru rakyat tidak berpesta, melainkan sengsara. Contohnya, coba saja awasi para petugas kepolisian dan linmas desa. Di setiap pemilu mereka dipaksa terbelalak mata, berhari-hari. Jauh dari rumah. Hiburannya hanya nonton piala dunia. Atau main kartu. Merekalah contoh nyata sebuah kesengsaraan rakyat. Namun itu sekelumit saja bukti kesengsaraan rakyat. Sebab kalau didaftar, kesengsaraan itu jumlahnya lebih banyak berjajar-jajar. Ibarat sebuah event organizer (EO), pemilu itu sebuah gawe yang super besar. Panitia yang diberikan wewenang, menyiapkan segala tetek ben