Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Biarpun Tua, Tapi Masih Hamil Juga: Resume Film Badhaai Ho

Jeetu (Gajraj Rao) dan Priamvada (Neena Gupta) adalah pasangan suami istri yang usianya lumayan tua. Dikatakan lumayan tua, karena usia keduanya itu berkisar antara 45 hingga 50 tahun. Keduanya tinggal di sebuah rumah di kompleks perumahan kelas menengah, yang lumayan padat. Mereka punya dua orang putra: Nakul (Ayushmann Khurrana) seorang jejaka matang siap menikah, dan Gullar (Shardul Rana), seorang remaja tingkat SMA. Bersama mereka, di rumah juga ada sang nenek renta, ibunda Jeetu. Awalnya di keluarga ini tidak terjadi masalah yang berarti. Mereka hidup sewajarnya, sesuai dengan aktivitas sehari-hari mereka. Jeetu yang berprofesi sebagai pegawai bagian tiket di perusahaan kereta api milik pemerintah, setiap hari melakukan pekerjaannya itu dengan rileks dan santai. Begitu pula dengan Nakul, ia juga bekerja di sebuah perusahaan swasta seperti biasanya. Demikian juga dengan Priamvada, ia seorang ibu rumah tangga yang sering bercengkrama dengan ibu-ibu lainnya di kompleks

Ilmu Pengetahuan Rasulullah

SEJAK KITA DUDUK DI BANGKU SEKOLAH DASAR atau Madrasah Ibtidaiyah, kita telah disodorkan beban belajar pada dua mata pelajaran penting: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kedua mata pelajaran ini punya muatan masing-masing, supaya para murid mengetahui apa yang terjadi di alam semesta dan supaya mereka bisa berhubungan secara harmonis dengan orang lain. Sepanjang yang saya ketahui, pelajaran ini kontinyu diajarkan hingga di bangku perkuliahan. Jika di level SD hingga SMA dikenal sebagai mata pelajaran IPA dan IPS, maka ketika di bangku perkuliahan berubah menjadi mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar (IAD) dan Ilmu Sosial Dasar (ISD). Saya sangat bersyukur pernah duduk di bangku kuliah dan merasakan betapa (tidak) berartinya dua mata kuliah ini. Wwwkkkkkk Saya perlu berpendapat seperti itu, karena menurut saya, dua mata kuliah fenomenal ini sangat tidak kontekstual lagi. Terlalu mengulur-ulur waktu kuliah mahasiswa. Juga sangat mudah dipelajari. Bahkan me

Sepak Bola Bukanlah Lempar Botol

Sumber foto: Hai-Online.com Dalam setiap pertandingan olah raga, kekalahan adalah sebuah kenyataan yang menyakitkan. Apalagi kekalahan itu terjadi di babak grand final, ketika yang kalah itu sebelumnya digadang akan menang mudah melibas lawannya. Selangkah lagi menuju juara, ternyata berujung kegagalan. Tidak terhitung lagi betapa banyak olahragawan yang kalah di sebuah pertandingan penting, menangis sedih. Mereka menyesali kekalahan itu. Mereka menganggap pasti ada yang salah. Dan itu menunjuk pada strategi yang mereka jalankan. Strategi yang bisa terbaca dan dikalahkan oleh strategi lawan. Apalagi kekalahan yang dialami melawan musuh bebuyutan. Terjadinya di kandang sendiri pula. Rumah atau markas sendiri, yang dalam kalkulasi normal, seharusnya tuan rumahlah yang menang. Sebab kita tahu, bertanding di kandang sendiri, tuan rumah lebih diuntungkan. Tuan rumah diberi fasilitas khusus berupa jatah penonton yang lebih banyak. Penonton banyak, artinya dukungan melimpa

Kita dan Modus Pengibulan yang Kita Percayai

Sekira dua bulan yang lalu, saya membaca postingan di sebuah akun facebook yang menurut saya lumayan lucu. Postingan itu berupa foto seorang kakek tua, duduk di atas motor Yamaha Jupiter warna merah miliknya. Wajah si kakek yang terpotret, nampak butuh pertolongan. Si pemilik akun melengkapi dengan sebuah cerita, bahwa kakek tua itu ia temui di sebuah pom bensin. Si kakek mengaku sedang mencari salah satu anggota keluarganya di sebuah daerah di Mojokerto. Namun di tengah jalan, ia kehabisan uang. Padahal rumahnya jauh, di Nganjuk. Iapun belum sampai ke tempat tujuan dimaksud. Kontan saja karena iba, si pemilik akun itu memberikan sebagian uangnya ke kakek yang wajahnya melasi itu. Dilambari doa, semoga si kakek cepat menemukan salah satu anggota keluarganya itu. Semoga pula tidak ada kendala di sana sini, khususnya risiko kehabisan bensin di tengah jalan. *** Selanjutnya, postingan bernada kepedulian kepada sesama itupun mendapat banyak respon. Tentu saja berupa

Qonaah Bagi si Miskin dan si Kaya

Salah satu nasihat yang paling banyak disampaikan para muballigh adalah sifat qonaah. Yang pada intinya mengharap agar siapapun menerima apa adanya pemberian dari Tuhan. Berapapun jumlahnya, apapun bentuknya, kita tak baik untuk memprotesnya. Karena itu qonaah mengkostruk diri kita menjadi orang yang tenang dan sabar. Qonaah sendiri bermakna merasa puas atas pemberian yang sudah diterima. Rasa puas itu dikesankan dengan perilaku nyata berupa ungkapan syukur dan menghindari kerakusan. Rakus mengumpulkan terus menerus harta, sebab merasa diri belum cukup, belum puas, hingga kapanpun. Namun, ini kesan saya, impresi dari banyak nasihat dakwah tentang qonaah tersebut, lebih banyak ditujukan kepada orang miskin saja. Makanya tidak aneh setiap materi dengan tema qonaah, banyak kata fakir dan miskin diucapkan. Maksudnya, orang fakir dan miskin, yang serba kekurangan itu seyogianya menerima sedikit rezeki itu. Dengan bersikap qonaah. Sebenarnya secara sosiologis, orang yang tergo

Mark Zuckerberg: Lelaki Konglomerat yang Terdzalimi, Sehingga Pantas Dikasihani

Sumber foto: time.com Setiap kita kemungkinan besar kenal siapakah Mark Zuckerberg itu. Betul sekali, lelaki yang namanya bisa disingkat menjadi MZ adalah seorang caleg yang di pemilu April kemarin terpilih menjadi anggota legislatif dari Partai Mendung Gelap. Ah, salah, itu salah besar. MZ bukanlah caleg. Apalagi camat, cados, dan camer. Mark Zuckerberg, sebenarnya adalah seorang yang kaya raya. Sekali lagi, MZ adalah seorang lelaki muda yang kaya raya. Kekayaannya, sesuai hitungan Wikipedia, sebesar 17, 55 milyar dollar. Itu hitungan terakhir pada tahun 2011. Setahuku tidak ada lagi hitungan paling akhir di tahun 2019, tentang jumlah harta si MZ ini. Saya ralat. Sebenarnya ada sih hitungan paling kontekstual tentang itu. Tetapi saya males mencarinya. Sebab ngapain juga saya harus capek-capek browsing , berselancar kesana kemari, mencari jumlah pasti kekayaan MZ. Toh yang muncul nanti tak lebih hanya ucapan wow, wow dan wow. Dari mana kekayaan itu didapat? Apakah d

Tak Ada Air di Sawah

Persawahan di desaku sedang mengalami kekeringan. Sekira sudah setahun ini problem pertanian itu terjadi. Aneh memang, daerah di pinggiran Sungai Brantas kok sawahnya sampai kering. Padahal saat tak ada hujan pun, suplai air dari sungai bersejarah itu tak pernah berhenti. Saluran irigasi yang tertata rapi selama ini telah memudahkan itu semua. Maka bisa diterka titik soalnya, ialah mandegnya pembagian air dari Dam pusatnya. Iya, betul sekali, Dam yang berada di Desa Menturus Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang memang mengalami kerusakan. Tak tanggung-tanggung kerusakan terjadi pada karet yang menjadi penahan utama arus air dari arah barat. Akibatnya tak ada air tersalurkan ke daerah sebelah utara sungai. Padahal kita telah menyadari bahwa air itu kebutuhan paling penting bagi semua mahluk hidup – tanaman padi salah satunya. Manusia bisa tahan tidak makan, tapi tidak akan tahan kalau tidak minum. Begitu pula binatang, dan apalagi tumbuhan. Sebab air adalah elemen utama kehidupann

Puasa yang Curang

Sumber: Deviantart.com Curang, kini menjadi salah satu kosa kata yang sangat populer. Banyak orang menggaungkan kosa kata ini. Ia digaungkan tidak saja di media massa, tapi juga di media sosial. Malahan, di media sosial itulah kosa kata ini mendapatkan panggungnya. Sayangnya kosa kata yang familier digandengkan dengan tiga kosa kata lainnya – massif, terstruktur dan sistematis – ini menjadi kurang adil dalam pemakaiannya. Sebabnya, ia hanya diperuntukkan kepada orang lain. Berupa klaim-klaim yang tidak berdasar keputusan pengadilan. Sementara si pengeklaim sendiri, merasa bersih dari dugaan itu. Ah, tapi itu sih bagian dari aroma politik yang sedang hot-hotnya. Semenjak pilpres yang belum selesai tahapannya ini, memang hawa politik tidak semakin dingin. Padahal harusnya bisa didinginkan. Sebab yang dingin-dingin itu menyegarkan. Masyarakat pasti ingin yang dingin-dingin. Dalam arti hidupnya tidak terganggu oleh keriuhan semacam demo-demo demi capres yang sebenarnya tidak ber

Ada Perampok Di dalam Diri Kita

Tadi malam aku, istriku dan anakku yang barep, sedang santai menonton tivi. Hitung-hitung malam Mingguan. Berkumpul bersama keluarga, dalam satu kegiatan yang sama, akan menjadi terapi emosi yang sangat berguna. Apalagi terus terang saja, kumpul bersama keluarga untuk nonton bareng acara tivi, memang sudah lama tidak aku lakukan. Maklumlah, aku sangat jarang nonton tivi. Tetapi moment kebersamaan nobar acara tivi tadi malam, yang jarang kami lakukan, ternyata tidak sesempurna yang aku kira. Lelah dan payah memang sirna. Gejolak emosi juga seperti merendah. Namun, ada salah satu pemberitaan tivi yang kami tonton tadi malam, yang benar-benar membuat emosi saya bergeliat. Salah satu berita tivi yang membuat saya sedikit emosi tersebut tentang kasus pembunuhan seorang staf sebuah kampus di Makasar. Pembunuhnya seorang dosen yang nota bene kawannya sendiri di kampus tersebut. Modusnya, pelaku yang dosen itu, sakit hati atas beberapa ucapan dan tindakan korban yang menurutnya pantas dib

Saatnya Menyelami Hati

Entahlah, pagi ini saya kok tiba-tiba saja teringat sebuah cerita dari seorang teman. Sebuah cerita yang terjadi beberapa tahun silam. Pasti temanku – bahkan saya sendiri – tak bisa melupakan peristiwa bersejarah itu. Sebelum saya menceritakan kembali kisah itu, meskipun hanya cuplikan, saya minta yang membaca tulisan ini bersiap-siap menahan diri. Sebab cuplikan itu bisa membuat hidung mampet dan mata berkunang-kunang. Ceritanya memang agak-agak berbau. Di pagi hari itu, beberapa tahun silam, teman saya kaget bukan main. Ia kaget manakala keluar rumah, ia melihat sebuah pemandangan yang sangat menjengkelkan bagi dirinya dan keluarganya. Tak ayal batinnya berkecamuk. Emosi dan ramalan perkiraan siapa pelakunya, berseliweran di pikirannya. Apa sih sebetulnya yang ia lihat? Ia mendapati “kerumunan” tai manusia terlabur di tembok sebelah luar kamar mandinya. Laburan kotoran bau tersebut memenuhi seluruh luas tembok tersebut. Pemandangan itu tentu saja tidak mengasyikkan. M

Harta Mahal itu Bernama Sabar

Dari jauh, terlihat lampu lalulintas di sebuah perempatan menunjukkan tanda jika lampu hijau akan segera menyala. Kendaraan kitapun agak kita kebut, kiranya bisa mengejar nyalanya lampu hijau itu. Ndilalah di depan kita bertumpuk juga kendaraan-kendaraan lainnya. Akhirnya semuanya tak bisa mengebut. Di situasi itu kita menengok ternyata lampu hijau benar-benar telah menyala. Hati kita bergairah gembira, sebab sebentar lagi kita bisa keluar dari kemacetan melelahkan itu. Manakala kita mendongak lagi barang beberapa detik, ternyata yang menyala ganti yang merah. Mendadak kita kaget dan langsung lunglai. Sebenarnya perasaan kita mendidih, sebab sudah lama kita terjebak kemacetan yang memusingkan. Dan di situlah sikap sabar harus kita kedepankan. *** Kita ingin berobat kepada seorang dokter andalan. Jadwal praktik sudah kita pegang. Kita juga sudah punya nomor rekam medis di tempat praktik dokter andalan itu. Karena sangat ingin berobat dan konsultasi kepadanya, kitapun ingi